COBLONG – Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyatakan Pemerintah Kota Bandung harus menyontoh Pemerintah Kota Surabaya dalam mengatasi penutupan lokalisasi Saritem. Pasalnya, Saritem beroperasi kembali meskipun telah ditutup beberapa tahun lalu.
’’Bandung bisa menyontoh bagaimana cara lain seperti Surabaya. Saya tidak tahu pastinya coba tanya ke Wali Kota Bandung,’’ kata Deddy Mizwar di Gedung Sate Bandung, Jalan Diponegoro, kemarin (26/5).
Pihaknya sepakat bahwa lokalisasi Saritem Bandung harus ditutup dan harus ada pengawasan dari Pemerintah Kota Bandung agar tidak beroperasi kembali. ’’Iyalah yang penting ditertibkan terus, saya sepakat bahwa setelah dilarang itu ada pengawasan. Persoalannya kadang-kadang sudah ditindak tapi tidak ada pengawasan. persoalann muncul lagi kan,’’ kata dia.
Menurut dia, penanganan masalah lokalisasi di daerah bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti DKI Jakarta yang menjadikan lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak menjadi Islamic Center. ’’Dan mungkin di sana (Saritem) bisa dijadikan semuanya sebagai pondok pesantren. Mungkin dibongkar dulu semuanya kemudian jadi pesantren, Mungkin pak wali punya cara lain bisa sama bisa juga nggak sama,’’ kata dia.
Oleh karena itu, pihaknya berharap konsistensi dari Pemerintah Kota Bandung saat ini terkait penanganan masalah lokalisasi Saritem. ’’Pengawasannya mungkin kurang jadi memang musti konsisten. Pelacuran itu dalam sejarah peradaban memang sudah ada. Tapi bagaimana mengurangi atau mencegahnya,’’ kata dia.
Setelah ratusan anggota Polrestabes Bandung mengepung Lokalisasi Saritem di Jalan Saritem, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung, Rabu (20/5) malam lalu, ratusan warga yang berada di sekitar lokalisasi tersebut melakukan unjuk rasa di depan Mapolsek Andir Bandung pada Senin (25/5) malam.
Aksi warga tersebut diduga dipicu saingan pengusaha bisnis prostitusi lokalisasi Saritem, yakni warga memprotes polisi yang tidak menutup Panti Pijat Cumi-Cumi di Jalan Sudirman Kecamatan Andir, Kota Bandung. (ant/tam)