Suasana Memanas saat Habibie Klarifikasi Try Sutrisno

Sukses juga harus dimulai dari hal-hal kecil, misalnya disiplin waktu. Try menceritakan pengalamannya saat diundang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk rapat persiapan Konferensi Asia Afrika (KAA) April lalu. ”Rapatnya molor setengah jam, malu sekali saya. Generasi muda harus mulai menghilangkan kebiasaan jam karet seperti itu,” tuturnya. Ketua MPR Zulkifli Hasan yang hadir dalam forum Super Mentor itu pun tampak mengangguk-angguk.

Di pengujung presentasi, Try sempat menyinggung perihal perubahan institusi lembaga negara, dari yang dulu Utusan Daerah dalam MPR kini menjadi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) atau sistem senator sebagaimana di Amerika Serikat. ”Sebab, di Amerika itu negara bagian, sedangkan kita NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucapnya.

Tepuk tangan riuh kembali pecah saat layar lebar menampilkan gambar seorang pemuda berambut ikal dengan jas dan miniatur pesawat di tangannya. Itulah foto Bacharuddin Jusuf (B.J.) Habibie saat masih muda. Video perjalanan hidup sosok genius itu mengiringi langkah Habibie ke panggung.

Mengenakan batik cokelat lengan panjang dan peci hitam di kepala, suara presiden ketiga RI tersebut masih tegas dan menggebu-gebu. ”Masa depan tiap bangsa harus mengandalkan sumber daya manusia terbaharukan,” tutur tokoh kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936, itu.

Menteri riset dan teknologi selama 20 tahun (1978–1998) tersebut mengakui, selama ini pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia masih belum optimal untuk membangun sumber daya manusia (SDM). Akibatnya, ada daerah yang kaya SDA, namun SDM-nya masih lemah. ”Itu masalah besar,” tegasnya.

Karena itu, pakar teknologi pesawat terbang tersebut meminta generasi muda pandai-pandai memanfaatkan teknologi informasi, terutama internet, untuk menyerap ilmu pengetahuan yang bertebaran di dunia maya. ”Dengan informasi, produktivitas akan naik dan daya saing bangsa terangkat,” katanya.

Sebelum melanjutkan presentasi, wakil presiden RI periode 14 Maret 1998–21 Mei 1998 dan presiden RI periode 21 Mei 1998–20 Oktober 1999 itu membagi hadirin ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok usia di bawah 40 tahun yang diminta memanggilnya ”eyang”, kelompok 40–65 tahun yang diminta memanggilnya ”pakde”, dan kelompok di atas 65 tahun yang diminta memanggilnya ”mas”. ”Maka adik-adik mahasiswa di sini, panggil saya eyang. Karena kalian adalah cucu intelektual saya,” ucapnya disambut aplaus meriah.

Tinggalkan Balasan