Try membuka presentasi dengan kisah hidupnya. Lahir dari keluarga tentara, Try kecil harus berpindah dari satu kota ke kota lain akibat serbuan Belanda ke Surabaya. Dia pernah tinggal di Sidoarjo, Mojokerto, dan Kediri, terutama saat masih kanak-kanak. Hidup sulit di masa penjajahan dan masa perang revolusi menuntut Try berpikir kreatif. Saat Subandi, bapaknya, pergi berperang, Try hidup bersama Mardiyah, ibunya. Karena itu, untuk menyambung hidup, Try lantas berjualan air dalam kendi, rokok, hingga koran di kereta api dan pasar.
”Pada usia 13 tahun, barulah saya bisa bertemu kembali dengan bapak di Kediri,” ujar tokoh yang sulit menghilangkan kebiasaan mengucap akhiran ”ken” –seperti yang dilakukan atasannya dulu, Presiden Soeharto– itu.
Hidup bersama para tentara di kesatuan angkatan darat membuat jiwa nasionalismenya bergolak. Di usia 13 tahun itulah Try mulai bergaul dengan para tentara Indonesia. Pekerjaannya mulai membersihkan sepatu dan senjata hingga bekerja di dapur menyiapkan makanan untuk para tentara. Keseriusan bekerja dan bakatnya di dunia militer membuat Try akhirnya mendapat tugas yang lebih berat. Tidak tanggung-tanggung, Try remaja sudah ditunjuk sebagai penyelidik dalam (PD) alias intelijen tentara. Tugasnya mengantarkan surat dari para tentara di Kediri ke para pejuang di Surabaya serta mengumpulkan informasi pergerakan tentara Belanda di Surabaya.
Dari Surabaya Try membawa obat-obatan antibiotik untuk tentara yang terluka di Kediri. Perjalanan berhari-hari ditempuhnya dari satu rumah persinggahan ke rumah persinggahan lainnya. Maklum, saat itu dia mesti mengendap-endap di persawahan untuk menghindari patroli tentara Marinir Belanda. ”Sebab, kalau tertangkap tentara Belanda, risikonya dibunuh, dibakar,” ungkapnya.
Kehidupan keras sebagai tentara itulah yang menempa mental dan karakter Try Sutrisno. Dia menyebutkan, sebagai tentara, hanya ada tiga kemungkinan saat berangkat ke medan pertempuran. ”Pulang dengan selamat, invalid atau cacat terkena peluru atau disiksa, dan dipulangkan dalam peti mati dengan selubung bendera Merah Putih,” ucapnya.
Mental dan karakter itulah yang melapangkan karir militernya hingga puncaknya menjabat wakil presiden. Try menuturkan, kuncinya adalah optimisme. Dia pun meminta generasi muda untuk percaya bahwa sukses bisa diraih siapa saja. Tidak memandang latar belakang apakah dari keluarga kaya atau miskin papa.