Rayu Penenun Tua agar Mau Ajari Anak Muda

Kegigihan Dinny pun meluluhkan hati para penenun tua. Pelatihan-pelatihan kecil dilakukan sepanjang 2008–2010. Kian lama, jumlah penenun di Toraja bertambah banyak. Sebagian adalah ibu-ibu berusia 30–40 tahun. Bahkan, ada pula anak muda yang mulai tekun menenun.

Namun, tantangan tak berhenti di situ. Dinny kembali harus beraksi bak diplomat ulung saat membujuk para penenun di Toraja untuk menenun kain dengan warna-warna yang disukai pasar, misalnya merah hati. Padahal, warna itulah yang selama ini dijauhi para penenun karena dianggap jelek. Pelan tapi pasti, Dinny berhasil meyakinkan para penenun bahwa warna merah hati adalah favorit pembeli. Hal sama dia lakukan saat memperkenalkan beberapa motif baru yang bernuansa modern.

Selain warna dan motif, Dinny juga masuk ke peningkatan kualitas kain. Saat itu akses para penenun untuk membeli benang berkualitas di Toraja terbatas. Akibatnya, selain kain kurang halus, ada yang luntur karena ditambahi zat pewarna. Solusinya, Dinny langsung membawa benang-benang berkualitas dari Jakarta dan Surabaya untuk memasok para penenun. Dengan begitu, kualitas kain tenun pun meningkat signifikan.

Seiring dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan di Toraja, penjualan beragam produk kain tenun di Jakarta kian laris. Pada Oktober 2010, Dinny mendirikan yayasan dan perusahaan dengan nama Toraja Melo. Artinya Toraja yang indah. Yayasannya memiliki misi membantu pengembangan pelatihan menenun di Toraja, sedangkan perusahaannya bergerak di sisi bisnis, yakni pemasaran produk. ”Kalau di luar negeri, disebutnya social enterprise,” katanya.

Hasilnya nyata. Para penenun yang dulu sulit menjual produknya rata-rata kini bisa mendapat penghasilan Rp 2 juta–Rp 3 juta per bulan, jumlah yang besar untuk para ibu rumah tangga di Toraja. Bahkan, banyak TKI perempuan yang dulu mengais rezeki di negeri tetangga kini pulang, belajar, dan menjadi penenun di Toraja.

Jumlah penenun Toraja yang dulu bisa dihitung dengan jari dan terus menyusut kini berkembang pesat, sudah lebih dari 250 orang. Demikian pula bisnis Toraja Melo yang digawangi sebelas orang yang semuanya perempuan. Empat di antaranya, papar Dinny, adalah anak-anak muda lulusan Amerika Serikat dan Eropa yang tergugah untuk pelestarian budaya ala Toraja Melo. Selain Jakarta dan Bali, produk-produk Toraja Melo yang dijual di kisaran harga Rp 50 ribu–Rp 2 juta juga sudah menembus pasar ekspor, dijual di beberapa pusat perbelanjaan ternama di Jepang, Amerika Serikat, hingga beberapa negara Eropa.

Tinggalkan Balasan