[tie_list type=”minus”]6,7 Juta Usaha Kecil Belum Siap MEA[/tie_list]
JAKARTA – Pelaksanaan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal hitungan bulan. Meski demikian, tampaknya kesiapan pelaku usaha di sejumlah daerah masih sangat rendah.
Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo mengakui, pelaku usaha dengan kesiapan paling minim untuk menghadapi MEA yang berlaku akhir Desember 2015 adalah usaha kecil dan menengah (UKM). ’’Daya saing UKM memang masih rendah,’’ ujar dia saat ditemui di Istana Negara setelah menerima penghargaan bidang otonomi daerah kemarin.
Menurut Soekarwo, di antara total 6,8 juta pelaku UKM di Jawa Timur, baru 4 ribu yang benar-benar siap menghadapi ketatnya kompetisi pasar bebas MEA. Ditambah lagi, masih ada sekitar 70 ribu UKM yang kini masuk program inkubator. ’’Masih ada 6,7 juta UKM lain yang sebenarnya belum siap,’’ katanya.
Lalu, apa yang sudah dan akan dilakukan pemerintah daerah? Soekarwo menuturkan bahwa pemda terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan pelaku usaha hingga perguruan tinggi untuk memberi pendampingan melalui program kemitraan. ’’Setidaknya UKM masih bisa bertahan saat memasuki MEA,’’ tegas dia.
Menurut Soekarwo, salah satu langkah konkret kerja sama pemberdayaan UKM adalah upaya membuka pasar ekspor. Misalnya, kerja sama dengan investor Australia yang ingin mengimpor buah-buahan tropis asal Jatim seperti mangga. Rencananya, investor membangun industri ekstrak mangga dengan petani UKM sebagai pemasok. ’’Kami memang masih banyak bergerak di industri primer,’’ jelasnya.
Tantangan UKM ketika memasuki MEA, rupanya, tidak hanya terjadi di Jawa Timur, melainkan juga di seluruh Indonesia. Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga menyatakan, di tengah mepetnya waktu persiapan menjelang MEA, pemerintah mengupayakan beberapa program khusus untuk membantu UKM. ’’Setidaknya ada empat jurus yang kita siapkan,’’ tutur dia.
Pertama, peningkatan sentra atau cluster dalam upaya pengembangan produk unggulan daerah melalui pendekatan one village one product atau OVOP. Kedua, mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kewirausahaan. Ketiga, peningkatan kualitas dan standardisasi produk UKM dengan cara mendorong UKM untuk memiliki sertifikat halal dan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Caranya, memberikan aspek legal secara gratis bagi pelaku UKM.