Emen mengisahkan sebelum kejadian pada waktu itu, dirinya telah memberitahu masyarakat di Kampung Cilimus, Kecamatan Batujajar akan kemungkinan terjadi longsor di TPA Leuwi Gajah.
Pasalnya, dirinya mendapati retakan-retakan tanah saat mengambil rerumputan untuk pakan ternak di atas bukit. Setelah itu, warga Kampung Cilimus mengadakan rapat untuk membahas kemungkinan akan terjadinya longsor tersebut. Dan rupanya benar saja.
Menurut dia, kejadian ini menjadi pengingat bagi warga dalam menjalani kehidupan agar memperhatikan etika berhubungan dengan alam. ’’Kajadian eta keur pangeling nu hirup (kejadian tersebut untuk mengingatkan yang masih hidup),’’ ujarnya.
Sementara itu, Bah Widi menambahkan, peringatan ini merupakan pesan moral yang ditujukan untuk pemerintah agar kejadian longsor saat itu jangan sampai terulang. Pasalnya, terjadi dimungkinkan karena kesalahan cara pengolahan sampahnya. Sebagaimana perjanjian awal pada saat itu, dari pemerintah kepada warga, bahwa sampah akan diolah dengan sebaik-baiknya dan dijadikan kompos. Namun, pada kenyataannya, pengolahan sampah tidak berjalan maksimal. ’’Kenyataannya sampah setelah di TPA Leuwi Gajah dibiarkan menumpuk), haritamah (saat itu),’’ katanya.
Selain itu, acara ini juga sebagai bentuk keprihatinan yang ditujukan kepada keluarga Kampung Cilimus, Kecamatan Batujajar, KBB yang telah menjadi korban. Sebab, hampir seluruh warganya habis tertimbun longsor pada saat itu. ’’Saudara kita yang ada di Kampung Cilimus itu hampir satu kampung habis,’’ katanya.
Diakuinya, dalam acara ini dirinya mengaku tidak mempunyai kepentingan apa-apa. Melainkan, keprihatinan dan menjadi pengingat akan musibah longsor. ’’Kita semua pasti mati. Tapi, kita tentunya tidak mau menghadapi kematian seperti itu,’’ ujarnya. (mg18/hen)