SUKAJADI – Untuk pertama kalinya Indonesia selanggarakan forum Internasional berkait dengan ilmu-ilmu luar angkasa. Yakni, dalam Galaxy Forum Indonesia 2015 kemarin (21/2). Digelar di kantor Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Jalan Dr. Djunjunan Nomor 133, Kelurahan Pasteur, Bandung.
Kegiatan itu bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), juga International Lunar Observatory Association (ILOA). Indonesia belum pernah terlibat dalam proyek angkasa luar internasional di dunia, yang pada umumnya merupakan kerjasama internasional. Tapi kini, Lapan ingin Indonesia terlibat dalam pembangunan fasilitas di bulan. Berupa observatorium yang dilakukan akhir tahun 2015.
Pada tahun 2013, ILOA berhasil menempatkan teropong ultra violet berdiameter 150 mm di Bulan. Akhir 2015 nanti ILOA bekerjasama dengan Moon Express akan menerbangkan pesawat antariksa dalam menempatkan teropong optic di dekat khatulistiwa bulan dengan nama proyek ILO-X.
Menurut Kepala Lapan Thomas Jamaludin, keuntungan Indonesia jika berpartisipasi dalam proyek tersebut adalah agar Indonesia mendapatkan pengamatan jagad raya. ’’Objek dekat orbit bumi lebih mudah terdeteksi,’’. Selain itu, keuntungan lainnya adalah untuk menambah pendidikan dan wawasan tentang luar angkasa. ’’Sebagai media edukasi publik,’’ katanya.
Kepala Lapan yang akrab disapa Jamal juga menerangkan, keinginan Indonesia untuk memiliki observatorium di bulan juga merupakan rencana jangka panjang dan membutuhkan biaya tidak sedikit. ’’Dalam hal ini kita tidak mungkin melakukan sendiri, sehingga harus melakukan kerjasama Internasional,’’ ujarnya.
Selain observatorium di luar angkasa, Lapan juga berencana membangunnya di Kupang, NTT. ’’Kita akan bangun di daerah garis ekuator Indonesia,’’ ujar Jamal. Menurut dia, observatory Indonesia yang saat ini dikelola ITB (Boscha) sudah terpapar radiasi cahaya. Dengan begitu, harus membangun sarana observasi luar angkasa di tempat lain. ’’Di Kupang lebih banyak malam cerah ketimbang di sini,’’ terang dia.
Proyek pembangunan observatorium di NTT tersebut menurut jamal membutuhkan dana kasar sekitar Rp 300 miliar. Sebagai kepala Lapan, dia juga memiliki keinginan untuk mampu membuat satelit sendiri. (mg7/hen)