JAKARTA – Tahun 2015 menjadi momentum penting bagi Indonesia. Untuk pertama kalinya, pemerintah mematok anggaran infrastruktur lebih besar dibanding anggaran subsidi energi. Di mana-mana, bakal ada proyek pembangunan infrastruktur.
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan, proyek infrastruktur selalu melibatkan dana besar. Karena itu, pengawasan ketat mutlak dibutuhkan agar tidak terjadi penyelewengan anggaran pembangunan. ’’Makanya, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan penegak hukum lain harus kuat agar orang tidak berani main-main,’’ ujarnya kemarin (19/2).
Sebagaimana diketahui, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sudah disahkan DPR. Inilah APBN yang disusun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) untuk mewujudkan agenda Nawa Cita-nya.
Salah satu poin penting adalah pengalihan anggaran subsidi energi ke sektor produktif seperti infrastruktur. Dalam APBNP 2015, pemerintah mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur hingga Rp 281 triliun, lebih besar dari subsidi energi yang sebesar Rp 158 triliun dan lebih besar dari alokasi anggaran infrastruktur 2014 yang sebesar Rp 208 triliun. ’’Bahkan, kalau ditambah dengan dana pemerintah daerah, anggaran infrastruktur bisa sampai kisaran Rp 300 – 400 triliun,’’ katanya.
Menurut Sofjan, besarnya anggaran infrastruktur itu harus benar-benar dioptimalkan. Untuk itu, potensi penyelewengan anggaran harus ditekan. Apalagi, berdasar pengalaman sebelumnya, tidak sedikit proyek yang kemudian menjadi bancakan para koruptor. ’’Misalnya proyek Hambalang (Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional), yang seperti itu tidak boleh terulang,’’ ucapnya.
Staf Ahli Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin menambahkan, sengketa KPK-Polri telah menyita waktu dan energi pemerintahan Jokowi-JK. Dia menyebut, 13–18 Februari menjadi periode penting yang diisi dengan pengesahan UU APBNP 2015 serta keputusan presiden pada sengketa KPK – Polri. ’’Turbulensi sudah lewat, sekarang saatnya pemerintah fokus pada kerja-kerja ekonomi dan sosial,’’ ujarnya.
Keputusan Presiden Jokowi menyikapi kisruh KPK vs Polri mengundang kritik penggiat anti korupsi. Keputusan itu dianggap belum akan memutus kriminalisasi terhadap KPK. Sekjen Transparancy International Indonesia (TII) Dadang Tri Sasongko mengatakan, penghentian pimpinan KPK dengan yang diikuti dengan penerbitan perppu Plt, semakin mempertegas bahwa Jokowi mengganggap serangkaian kriminalisasi selama ini merupakan penegakan hukum biasa.