Sebagai gambaran, harga BBM akan turun jika harga minyak dunia turun dan rupiah menguat. Sebaliknya, harga BBM akan naik jika harga minyak dunia naik dan rupiah melemah. Saat ini, kondisinya adalah harga minyak dunia turun, namun rupiah sedikit melemah dari kisaran 12.400 per USD ke kisaran 12.550 per USD.
’’Jadi, kita sedang cari titik keseimbangannya, tapi yang jelas (harga BBM) turun, karena harga minyak lebih dominan,’’ kata Menteri ESDM Sudirman Said saat ditemui Rabu lalu (14/1) di Kantor Presiden.
Sementara, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang saat dihubungi menegaskan pihaknya siap menjalankan harga baru. Tetapi, baru bisa direalisasikan di SPBU selambat-lambatnya dalam dua hari. Meski ada jeda, dia menyebut pengumuman ke SPBU terkait harga baru disampaikan sesaat setelah diumumkan.
’’Misal disampaikan Jumat ini, langsung disampaikan harga baru premium dan solar ke SPBU. Tapi, harganya baru berlaku dalam 1-2 hari setelah diumumkan,’’ jelasnya.
Jeda diperlukan untuk menekan kerugian yang bakal dialami pengusaha. Ada komplain dari pengusaha atas kebijakan pemerintah yang menurunkan BBM pada 1 Januari lalu. Saat bensin diturunkan dari Rp 8.500 per liter menjadi Rp 7.600 per liter, pengusaha mengaku rugi.
Pengusaha membeli premium dan solar dengan harga Rp 8.500 per liter. Belum sempat habis, mereka harus menurunkan harga jual. Ahmad Bambang menyebut, SPBU tidak mau membeli bensin kalau harganya besok turun. Itu berpotensi memunculkan kosongnya stok. ’’Jadi, harga baru berlaku 1-2 hari supaya mereka tidak rugi,’’ tandasnya.
Menurut Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi, kerugian yang muncul dari kebijakan pemerintah sebelumnya cukup tinggi. Menyentuh Rp 127 miliar. Namun, Ahmad Bambang menegaskan tidak ada masalah karena kerugian telah diganti. (dyn/owi/dim/tam)