Sebelumnya GDUFS hanya menerima mahasiswa prodi Indonesia satu kelas setiap empat tahun. Namun, lantaran mahasiswa yang berminat belajar bahasa Indonesia semakin banyak, penerimaan mahasiswa baru prodi Indonesia dilakukan setiap dua tahun. “Di kampus kami peminat prodi Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Yang juga membanggakan Cai, banyak alumnus prodi Indonesia GDUFS yang diterima di pos-pos penting negaranya. Misalnya di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tiongkok di Beijing dan Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta. “Bahkan, sebelum lulus, mereka sudah banyak di-booking,” beber Cai yang memang fasih mengucapkan kalimat-kalimat panjang dalam bahasa Indonesia.
Cai mengakui, dirinya harus aktif sendiri menggunakan bahasa Indonesia agar tidak lupa. Sebab, di Tiongkok jarang ada yang bisa berbahasa Indonesia. Selain berkomunikasi dengan orang-orang Indonesia di Tiongkok, Cai mengasah kepekaan bahasa Indonesianya melalui jaringan internet. “Di rumah tidak ada yang bisa bahasa Indonesia. Istri dan anak saya tidak bisa,” ungkapnya.
Di luar aktivitasnya sebagai pengajar, Cai juga mengembangkan potensinya dengan menerjemahkan puisi-puisi dan novel sastrawan Indonesia ke bahasa Tionghoa. Beberapa buku telah diterjemahkannya. Misalnya buku puisi Chairil Anwar dan Sutardji Calzoum Bachri serta novel Buya HAMKA dan Pramoedya Ananta Toer.
“Saya ingin memperkenalkan para sastrawan besar Indonesia di Tiongkok dengan menerjemahkan karya-karya mereka dalam bahasa Tionghoa,” tutur dia.
Bukan hanya buku kumpulan puisi atau novel, Cai juga menyusun kamus bahasa Indonesia-Tionghoa. Bahkan, dia pernah dipercaya untuk mengoreksi buku terjemahan peraturan pemerintah Indonesia di Kedutaan Besar Indonesia untuk Tiongkok.
Ya, kecintaan Cai Jincheng terhadap bahasa Indonesia memang tak terukur. Menurut dia, bahasa Indonesia sangat enak didengar. Dia juga merasa beruntung bisa mempraktikkan bahasa itu di Indonesia.
“Bahasa Jawa tidak saya kuasai, bahasa Inggris bukan bahasa ibu saya. Kalau saya menggunakan bahasa ibu di sini, pasti orang tidak mengerti. Maka, dengan bahasa Indonesia, saya bisa leluasa berkomunikasi dengan orang Indonesia,” tuturnya.
Selama berada di Indonesia, Cai selalu merasakan persahabatan dan suasana persaudaraan dengan rakyat Indonesia. “Ini benar-benar mengesankan. Suatu pengalaman yang luar biasa,” tambahnya.