Siswa Yang Bagja, Lahir dari Guru yang Bagja

Community Mobilizer Guru Masagi, Roswita Amelinda, M.Psi, Psikolog mengatakan, peserta Class Series 2019 – Komunitas Guru Masagi Final Season tersebut diisi guru, kepala sekolah, pengawas dan lain-lain.

Dalam Class Series yang digelar selama dua hari itu, komunitas mendapatkan materi prihal ”Mengenal Embrio Korupsi Dalam Kegiatan Pembelajaran”yang disampaikan Tini Sugiartini, M.Pd (Pengawas SMK).

Kemudian, materi ”Mengapa Remaja Suka Memberontak?” oleh Ifa H. Misbach (Psikolog, Dosen Universitas Pendidikan Indonesia UPI).

Lalu ”Strategi Inovatif Penguatan Pendidikan Karakter di SMAN 1 Lembang” oleh Drs Suhendiana Noor M.MPd. dan ”Komunikasi Membangun antara Guru dan Orangtua” oleh Aisya Yuhanida Noor M.Psi (Psikolog, Trainer dan Penulis Buku).

”Antusiasme peserta sangat besar. Di luar prediksi. Padahal kami tidak melayangkan surat penugasan, hanya membuka pendaftaran di media sosial. Hampir 27 kabupaten kota, pernah ikut dalam class series yang kami gelar,” tutur perempuan yang akrab disapa Wita itu.

Dia menyebutkan, para guru yang hadir sepenuhnya inisiatif sendiri. Menggunakan biaya pribadi atau mengusahakan dari sekolah. ”Dan Alhamdulillah-nya, banyak kepala sekolah yang mendukung dan mengirim para gurunya di class series,” ujarnya.

Disinggung mengenai output yang diharapkan dari class series tersebut, Wita mengaku, ingin melipatgandakan dampak dari para peserta kepada guru-guru di luar pelathan. ”Kami ingin Jabar Masagi ini dihayati dan dipraktikan oleh guru-guru yang tidak terbatas yang dipanggil ke pelatihan,” ucapnya.

”Harapan lainnya, mereka saling menguatkan dalam komunitas Guru Masagi agar terus konsisten,” sambungnya.

Ditanya soal tantangan mengaplikasikan praktik baik Jabar Masagi di 27 kabupaten kota di Jawa Barat, Wita menilai, kemerdekaan guru menjadi salah satu penghambatnya. Sebab, banyak guru yang beranggapan, tidak berdaya melakukan perubahan.

Tidak hanya pada Jabar Masagi. Menurut dia, guru ketika mendapatkan program dari pemerintah dianggap mendapatkan tugas tambahan yang membebani. Sementara tugas dia sendiri sebagai guru cukup banyak. Mulai dari persyaratan administrasi, target sekolah untuk meloloskan anak dengan nilai yang tinggi dan lain sebagainya.

”Guru yang bagja, adalah guru yang berdaya,” tegasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan