Lapas Penuh Harus Diselesaikan dari Hulu

Dari fenomena tersebut, pemerintah diharapkan punya solusi menyelesaikan masalah di hulu tersebut. Di samping itu, MaPPI dan para peneliti hukum lain yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan setuju jika revisi PP 99 tetap dilakukan.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, sebenarnya saat PP 99 disusun, pihaknya sudah menyampaikan proposal pada insiator aturan tersebut, yaitu Denny Indrayana. ”Soal pengetatan itu memang tidak masuk akal. Pelaku kejahatan extra ordinary tetap harus dibedakan berdasarkan tingkat kejahatan yang mereka lakukan,” kata Erasmus.

Dia mencontohkan, narapidana korupsi kasus di desa-desa dengan para koruptor yang menggarong uang negara miliaran rupiah. ”Kalau sama-sama tak boleh mendapatkan remisi sama sekali rasakan kok tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Lebih tidak adil lagi untuk kasus narkoba. Mereka yang masuk penjara sebagai pengguna tak bisa dibedakan dengan yang berstatus pengedar, dealer atau bandar.

Menurut dia, pemerintah kerap menjadikan pemidanaan berat untuk memberantas narkoba dan korupsi. Padahal kenyataanya, penghukuman berat juga tak membuat berkurangnnya korupsi dan peredaran narkoba. ”Pemidanaan berat kita kurang apa coba? Kita masih mengadopsi hukuman mati,” terang Erasmus.

Dari fenomena itu dia setuju jika PP 99 diremisi. Khususnya menyasar pemberian ”ampun” untuk para narapidana berstatus pengguna. Sebab pengguna narkoba sebenarnya tempatnya bukan di lapas. Mereka harusnya disembuhkan. Dan penyembuhan itu tak ada dalam lapas. ”Jadi dalam revisi nanti harus diklasifikasikan, napi narkoba, korupsi, dan terorisme seperti apa yang bisa mendapatkan remisi,” urai Erasmus. (gun/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan