Aksi Teror Thamrin Dirancang di Batu

Tiga senjata revolver itu dipastikan merupakan senjata organik alias terdaftar di lembaga tertentu. Namun, apakah senjata itu merupakan hasil rampasan seperti terduga teroris di Bima yang merampas senjata Kapolsek, dia belum mengetahuinya. ”Senjatanya sedang dipelajari dari mana asalnya,” tegasnya.

Terkait senjata yang digunakan pelaku teror, baru-baru ini Polri juga dikejutkan dengan penemuan senjata anti tank caliber 12,6 mm yang ditemukan saat pengejaran kelompok Santoso cs. senjata itu merupakan buatan pabrikan luar negeri. ”Jadi, senjata kelompok teror ini makin canggih,” terangnya.

Anton menilai, senjata itu kemungkinan besar merupakan pasokan dari sejumlah kelompok teror lainnya. Seperti dari kelompok teror di Mindanao Filipina. ”Bisa jadi, mereka memang saling bekerjasama,” tuturnya.

Dengan diketahui adanya senjata berat tersebut, maka pengejaran terhadap kelompok Santoso dipastikan semakin berbahaya. Kendati begitu, Densus 88 dan Brimob tidak akan gentar. ”Pengejaran terus dilakukan, kami tentu akan upayakan hentikan pasokan senjata dan bahan makanan ke kelompok ini,” paparnya.

Selain menangkap KW dan DA di Malang, Densus 88 dalam waktu yang hampir bersamaan juga menangkap PJ alias RB dan PKK alias LT di Kroya Cilacap. Hingga saat ini kedua terduga teroris yang ditangkap di Kroya ini belum diketahui perannya. ”Kalau di Kroya ini masih pendalaman ya,” jelasnya.

Di tempat terpisah, Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan terus menggalakkan kampanye antiradikalisme. Kemarin (2/3), dia memberi pengarahan kepada ribuan perangkat desa. Baik kepala desa, babinsa, hingga bhabinkamtibmas di Hotel Labersa, Pekanbaru, Riau. Tidak ketinggalan pula sejumlah pengurus RW dan RT.

Kedatangan Luhut ke Pekanbaru membawa tiga agenda. Selain radikalisme, dia juga membahas tentang perang terhadap narkoba yang dicanangkan dalam rapat terbatas di kantor Presiden baru-baru ini. selain itu, dia juga membawa isu mengenai dana desa dan peruntukannya bagi peningkatan ekonomi di desa.

Luhut kembali menekankan pendekatan yang digunakan oleh pemerintah Indonsia dalam mencegah maupun menanggulangi radikalisme, yakni pendekatan soft power. Untuk mengaplikasikannya, butuh peran aparat yang paling dekat dengan masyarakat. Mulai RT,RW, hingga kepala desa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan