Butuh Angkot Jurusan Cipeundeuy-Rajamandala

CIPENDEUY – Warga Kecamatan Cipendeuy mengeluhkan ketiaadaan angkutan umum menuju rajamandala. Selama ini, akses antara dua kecamatan tersebut masih sulit ditempuh. Menurut salah satu warga Kecamatan Cipendeuy, Farid, 35, warga yang hendak menuju Rajamandala harus menempuh jalan raya Padalarang terlebih dahulu. ”Buat mengakses rajamandala harus menggunakan sepeda motor. Kalau yang nggak punya sepeda motor harus keliling dulu ke Padalarang terus ke Rajamandala,” ucapnya kepada di rumahnya Bandung Ekspres kemarin (21/9).

jalan penghubung Kecamatan Cipeundeuy dan Rajamandala rusak
Istimewa

AKSES BURUK: Seorang pengendara sepeda motor melintasi jalan rusak di perkampungan. Sementara itu, jalan penghubung antara Kecamatan Cipeundeuy dan Rajamandala rusak dan tidak ada angkutan umum.

Dia mengatakan, ongkosnya angkutan umum jika hendak ke Rajamandala jauh lebih mahal dan memakan waktu lebih lama jika harus melewati Padalarang. Miftah harus mengeluarkan ongkos sekitar Rp 25 ribu sekali jalan. Sedangkan waktu yang ditempuh pun sekitar tiga jam.

Miftah menurutkan, sampai saat ini jalan penghubung kedua kecamatan tersebut belum diperbaiki. Bahkan jalan masih belum diaspal. Padahal, jalan tersebut sering dipakai untuk melintasi kendaraan berat. ”Kadang di sana juga sering terjadi longsor. Masyarakat biasa kayak kita nggak tau harus bagimana. Mau ngomong nggak tahu harus ngomong ke siapa,” katanya.

Diakui olehnya, banyak anggota dewan yang berasal dari Cipendeuy dan menjanjikan untuk memperbaiki jalan. Tapi, masih belum direalisasikan. ”Warga hanya bisa menunggunya. Inginnya ada kejelasan,” tuturnya.

Ditemui di tempat yang berbeda, Ketua Bidang Angkutan Umum Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Dinas Perhubungan Bandung Barat Panji menuturkan, pengadaan angkutan umum Rajamandala-Cipendeuy sudah ada SK sebelum Bandung Barat terbentuk. Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah jalan masih belum diperbaiki. Sehingga, masih sulit untuk pengadaan angkutan umum ke daerah tersebut.

”Memang sudah ada SK-nya, tapi di lapangan masih belum bisa direalisasikan,” katanya.

Menurutnya, saat ini belum ada kebutuhan yang signifikan dari masyarakat antar kedua kecamatan tersebut. Biasanya, masyarakat masih menggunakan ojeg. Sehingga, pengadaaan angkot masih belum bisa. ”Pengadaan angkot harus berdasarkan kebutuhan. Kalau tidak bisa buang-buang anggaran,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan