Hebohnya Minikonser Akon untuk Suku Anak Dalam dan Komunitas Adat Terpencil

Khofifah menjelaskan, wilayah tempat tinggal masyarakat SAD dan KAT selama ini memiliki akses yang sangat terbatas. Selain tidak ada listrik, jalan menuju tempat mereka bermukim sangat sulit. Umumnya masih jalan setapak yang terjal, berbatu, dan berlumpur serta keluar masuk hutan.

’’Kalau PLN harus narik kabel sampai ke wilayah mereka, berapa investasi yang harus dikeluarkan? Belum lagi biaya yang harus dibayar penduduk setiap bulan. Sudah pasti ongkosnya besar,’’ ungkapnya.

Belum lagi jika mereka tidak membayar beberapa bulan, tentu aliran listriknya akan diputus. Karena itu, bantuan listrik tenaga surya dari Akon menjadi solusi efektif bagi SAD dan KAT.

Melalui program itu, lanjut Khofifah, hunian tetap masyarakat SAD dan KAT akan dialiri listrik 300 volt ampere. Alat yang dipasang di setiap rumah mampu bertahan sepuluh tahun. Warga pun tidak akan terbebani biaya setiap bulan.

”Harapannya, dalam kurun sepuluh tahun ke depan, mereka (SAD dan KAT) telah lebih sejahtera dan memperoleh akses yang lebih luas,” tuturnya.

Sementara itu, founder Yayasan Dwiyuna Jaya Dwi Putranto Sulaksono menyatakan, langkah mulia Akon merupakan perwujudan dari pelaksanaan sila kelima Pancasila. Yaitu, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ”Di mana pun berada, mereka mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mendapatkan fasilitas ketersediaan listrik bagi kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.

Akon pun menyebut Indonesia sebagai pilot project untuk program Akon Lighting Asia. Dia menyebut misinya itu semata-mata atas dasar kemanusiaan bahwa membantu sesama merupakan kewajiban. ”Saya berharap bukan hanya Afrika yang perlu mendapatkan penerangan, tapi juga di negara-negara Asia seperti Indonesia. Sebagai umat manusia, kita harus saling membantu,” tuturnya.

Sebelumnya (pada 2014) Akon menggalakkan Akon Lighting Afrika bersama dua rekannya, Thione Niang  dan Samba Thily. Aksi kemanusiaan itu bermula dari cerita dua rekannya yang tumbuh di Kaolack, Senegal, sebuah kota tanpa listrik. Masa kecil dan pengalaman pribadi mereka menjalani hidup di kota tanpa penerangan tersebut membuat Akon dan dua temannya itu berkomitmen untuk membantu menerangi warga Afrika yang masih diliputi kegelapan.

Tinggalkan Balasan