Jokowi-Prabowo Beda Visi

JAKARTA – Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto menegaskan siap membantu pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin saat bertemu di Stasiun MRT, Sabtu (13/7) lalu. Gerindra menjelaskan bahwa membantu bukan berarti harus bergabung dalam pemerintahan. Sebab, visi Prabowo dan Jokowi berbeda.

“Sebenarnya sekaligus tersirat bahwa kami tetap oposisi. Membantu yang dimaksud Pak Prabowo dalam pengertian membangun bangsa. Bukan bagi-bagi kekuasaan. “Jangan diartikan bahwa Gerindra masuk kabinet. Oposisi yang baik adalah bagian dari kerja sama demi bangsa,” tegas Ketua DPP Gerindra, Sodik Mudjahid di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/7).

Dia meminta pernyataan Prabowo jangan dipolitisasi bahwa Gerindra akan merapat ke koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. Membantu, lanjutnya, bisa melalui parlemen. “Tentu saja tetap sesuai koridor konstitusional,” imbuhnya.

Dia menjelaskan kenapa Gerindra dan Prabowo lebih memilih menjadi oposisi. Sebab, visi Prabowo dan Jokowi berbeda. “Yang lebih besar ini adalah soal visi. Kalau soal visi ini antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo berbeda,” jelasnya.

Seperti diketahui, dalam pertemuannya dengan Jokowi di Stasiun MRT, Prabowo mengatakan siap membantu demi kepentingan bangsa. “Saya juga ucapkan selamat tambah rambut putih. Menjadi presiden itu adalah mengabdi. Masalah yang beliau pikul besar. Kami siap membantu kalau diperlukan untuk kepentingan rakyat. Tapi kami juga minta maaf, kalau kami mengkritisi Bapak sekali-kali. Kan demokrasi butuh check and balances,” tegas Prabowo.

Sodik menilai sudah sepatutnya terjadi setelah pemilu presiden usai, tanpa perlu mewacanakan rekonsiliasi. “Pertemuan kedua pemimpin, kedua tokoh, sudah sepatutnya terjadi setelah pemilu berakhir. Soal waktu pertemuan agak lambat, karena keduanya sama-sama sibuk,” bebernya.

Sementara itu, Ketua Umum Relawan Negeriku Indonesia Jaya (Ninja), Suhadi mengapresiasi pertemuan Jokowi dan Prabowo. Dia menilai kedua tokoh ini sama-sama memiliki totalitas memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. “Pimpinan itu harus mampu menghilang etnonasionalisme, meredam konflik serta mampu menggerakkan kemajemukan menjadi kekuatan bangsa,” kata Suhadi di Jakarta, Senin (15/7).

Selain itu, pemimpin juga harus bertindak sebagai negarawan yang dapat menyatukan semua pikiran dengan landasan empat Pilar Kebangsaan. Yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Pertemuan Jokowi dan Prabowo ini membuktikan kebesaran jiwa kedua tokoh tersebut. Baik Jokowi maupun Prabowo memperlihatkan karakter ketokohan sebagai pemimpin bangsa,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan