Uang Bisa Dicari, Harga Diri Tak Bisa Dibeli

Pupus sudah niat calon jamaah PT Solusi Balad Lumampah (SBL) berangkat umrah. Padahal, mereka sudah membayar seluruh biayanya. Selain uang melayang, mereka menanggung beban malu karena terlanjur mengundang tetangga untuk syukuran di rumah.

ANDY RUSNANDY, Bandung

RUMAH Ajat Sudrajat di Bandung dipenuhi sanak keluarga. Para tetangga terdekat sudah berdatangan. Sohibul bait (tuan rumah, Red) sengaja mengundang mereka untuk syukuran keberangkatan umrah. Para tamu melantunkan salawat, doa, dan bersalaman. Mendoakan agar mabrur.

Sejak mendaftar ke SBL melalui jalur promo sebesar Rp 18.750.000, Ajat secara resmi menerima jadwal keberangkatan. Dia bersiap diri. Mempersiapkan mental dan fisik. Serta menggelar syukuran seminggu sebelum keberangkatannya melalui Embarkasi Bandung.

”Saya kira semua calon jamaah banyak yang sudah menggelar syukuran sebelum berangkat umrah,” kata Ajat usai audensi dengan perwakilan manajemen SBL di Lantai 5 Gedung Bumi Putera di Jalan Dewi Sartika Bandung, Kamis (21/12) lalu.

Selayaknya kebanyakan calon jamaah, baik umrah maupun haji, mereka yang punya dana lebih menggelar syukuran. Meminta doa dan permohonan maaf. Mengundang saudara, kerabat dekat, dan tetangga. ”Saya undang mereka. Meski tak sebanyak undangan hajatan nikahan atau sunatan,” tutur dia.

Besaran uang yang dikeluarkan untuk syukuran tergolong besar. Agenda acara dibuat seperti biasanya. Mendatangkan penceramah, bersalam-salaman, lalu santap makan. Hajatan dalam kondisi saat ini, rupanya mahal juga. Apalagi harga sembako tak stabil. Sekali syukuran bisa menghabiskan Rp 7 juta hingga Rp 15 jutaan. ”Tergantung jamuannya,” tuturnya.

Di hadapan manajemen SBL, Ajat mengaku jamaah yang sudah menggelar syukuran merasa menanggung beban malu. Uang bisa dicari. Tapi harga diri tak bisa terbeli. Begitu Ajat mengkiaskannya.

”Bukan juga soal uang yang kami permasalahkan, tapi harga diri. Kami sudah syukuran. Ditanya tetangga dan saudara kenapa belum berangkat umrah juga,” ucapnya penuh iba. Ajat sulit menjelaskan. Sebab, dia pun tak tahu apa masalahnya yang sebenarnya terjadi.

Lain Ajat lain Masrida. Ida—biasa Masrida disapa— berasal dari Riau. Dia datang ke Bandung seadanya bersama sebelas rekannya. Hanya ingin mempertanyakan kejelasan reschedule. Tak ada upacara syukuran atau hajatan. ”Untuk biaya umrah saja kami nyicil,” paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan