Diawali Idul Adha, 2022 Mulai Tidak Kompak

JAKARTA — Pemerintah boleh bersyukur penetapan awal puasa dan lebaran tahun ini bersamaan. Tetapi jika penyatuan kalender Islam atau kalender hijriyah global tidak segera ditetapkan, kekompakan itu hanya bertahan sampai 2021. Lalu mulai 2022 sampai 2025 bakal terjadi perbedaan dalam penetapan hari-hari penting dalam kalender hijriyah.

Pada 2022 dimulai dengan perbedaan penetapan Idul Adha karena pada saat itu 1,9 derajat di atas ufuk. Kemudian pada 2023 terjadi perbedaan pada penetapan lebaran sekaligus Idul Adha. Sebab pada saat lebaran tinggi hilal 1,7 derajat dan saat penetapan Idul Adha tinggi hilal 0,9 derajat.

Lantas pada 2024 bakal terjadi perbedaan penetapan awal Ramadan karena tinggi hilal hanya 0,8 derajat di atas ufuk. Berikutnya pada 2025 kembali terjadi perbedaan pada penetapan Idul Adha karena tinggi hilal hanya 1,4 derajat. Potensi perbedaan-perbedaan ini bisa dicegah jika pemerintah menetapkan penyatuan kalender hijriyah dengan kriteria tinggi hilal minimal tiga derajat.

Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Muhammadiyah Amin mengatakan selama ini mereka sudah menjalankan berbagai upaya untuk penyatuan kalender hijriyah global. Termasuk 2017 telah melakukan seminar internasional tentang fiqih falakiyah dengan menghadirkan peserta dari seluruh dunia, katanya baru-baru ini.

Amin mejelaskan, ketika sudah ada penyatuan kalender hijriyah nanti, bisa jadi kegiatan sidang isbat seperti selama ini, tidak ada lagi. Dia menjelaskan selama ini Kemenag menjalankan sidang Isbat lantar menjalankan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 tahun 2004. Dia mengatakan bisa jadi setelah adanya kalender (hijriyah, Red) global, MUI akan mengeluarkan fatwa baru. Di mana isinya supaya merujuk kepada kalender global tersebut.

Ketika nanti pemerintah sudah menetapkan adanya penyatuan kalender hijriyah atau kalender hijriyah global, maka seluruh ormas Islam harus mengikutinya. Ormas yang selama ini mengacu pada kriteria wujudul hilal (pokoknya hilal di atas nol derajat) seperti Muhammadiyah harus menerapkan kalender hijriyah global. Kemudian ormas yang selama ini menggunakan rukyat atau pengamatan hilal, seperti Nahdlatul Ulama, juga ahrus mengacu pada penyatuan kalender hijriyah.

”(Sampai sekarang, Red) masih dilakukan pembahasan intensif dengan ormas, jelas Amin. Dia menuturkan setelah lebaran ini, pembahasan tentang penyatuan kalender hijriyah akan dibahas kembali.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan