Boleh Menggugat jika Ada Force Majeure

JAKARTA – Kendati syarat gugatan hasil pilkada diperketat, masih ada pasangan calon (paslon) kalah yang mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berharap agar MK bersedia menganulir kemenangan paslon lawan dengan dasar bukti-bukti kecurangan.

Data yang dikumpulkan Kode Inisiatif menunjukkan, tidak semua sengketa hasil pada pilkada serentak 2017 yang dilanjutkan MK lolos karena syarat ambang batas. Pasal 158 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur ketentuan selisih suara 2 persen hingga 0,5 persen (bergantung kepada jumlah penduduk, Red) dari total suara sah agar sengketa bisa dilanjutkan MK. Namun, dalam sejumlah kasus, MK tetap memproses meski selisihnya melampau batas UU.

’’Biasanya, untuk sengketa hasil, ada putusan sela dan putusan akhir. Jika tidak memenuhi ambang batas, langsung ditolak MK dalam putusan sela. Namun, ada empat yang sampai putusan akhir,” kata Veri Junaidi, direktur eksekutif Kode Inisiatif di kantornya.

Veri menjelaskan, empat kasus yang tetap diproses MK itu pilkada Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kabupaten Kepulauan Yapen. Semua berada di Provinsi Papua.

Sebagai contoh, sengketa pilkada di Intan Jaya. Memiliki jumlah penduduk di bawah 2 juta, pengajuan sengketa pilkada Intan Jaya bisa dilakukan jika terdapat selisih 2 persen. Nilai ambang batas pemenang pilkada Intan Jaya saat dihitung dari total suara sah hanya 1.520 suara. Sementara itu, selisih antara pemenang dan pasangan suara terbanyak kedua atau pemohon sebesar 2.482 suara. ’’MK nyatanya tetap memproses,’’ kata Veri.

Hasil pilkada di Intan Jaya pun berubah. Keputusan MK yang memerintahkan penghitungan suara ulang di tujuh TPS memenangkn pasangan calon yang berbeda. Pasangan Natalis Tabuni dan Yann Robert Kobogoyauw yang meraih posisi kedua, berbalik menjadi pemenang dengan perolehan suara 36.883. PasanganYulius Yapugau dan Yunus Kalabetme yang sempat dimenangkan KPU hanya memperoleh 34.395 suara pascahitung ulang.

Veri menyatakan, keputusan MK yang tidak langsung menolak sengketa pilkada Intan Jaya disebabkan sejumlah faktor. MK mendapati fakta ada dua versi penetapan hasil pilkada di Intan Jaya. MK memandang terjadi kejadian luar biasa (force majeure) dalam proses rekapitulasi suara. Akibatnya, proses rekapitulasi tidak selesai sehingga menyisakan beberapa TPS yang belum dihitung.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan