20 Tahun Reformasi, Kang Hasan Sebut Habibie Sang Pendobrak

BANDUNG – Tepat 20 tahun era reformasi bergulir yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto sebagai simbol Orde Baru pada 21 Mei 1998 silam. Berbagai polemik dan intrik politik, mewarnai era demokrasi yang dimulai sejak diangkatnya Presiden BJ Habibie yang menggantikan Presiden Soeharto.

Bagi Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut 2 TB Hasanuddin (Kang Hasan) yang menjadi ajudan mantan Presiden RI BJ Habibie saat itu, menyebut atmosfir reformasi yang dulu dirasakan tidak terlepas dari sosok yang dikenal jenius di bidang penerbangan yakni Habibie.

Di mata Kang Hasan, Menteri Riset dan Teknologi 2 periode pada masa orde baru itu adalah sosok yang reformis sejati yang meletakan pondasi kenegaraan dan pemerintahan yang demokratis di tengah gejolak disintegrasi bangsa.

“Pak Habibie, langsung mengambil langkah kilat dengan melepas seluruh tahanan politik yang menjadi ancaman paling menakutkan para aktivis,” kata Kang Hasan, usai bertemu Relawan Hasanah di Paguyuban Pasundan, Bandung, Senin (21/5).

Pria yang akrab disapa Kang Hasan itu menilai, salah satu kebijakan BJ Habibie terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, merupakan langkah tepat untuk membongkar aksi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang terjadi di masa orde baru. Menurutnya, kedudukan pers sangat penting sebagai pilar dari demokrasi.

“Saya sepakat, justru pejabat yang reformis itu Pak Habibie, mengapa? Karena berani membuka dan merubah orde baru menjadi situasi yang lebih demokratis,” ungkapnya.

Kang Hasan memaparkan, langkah lain yang perlu diapresiasi dari Habibie untuk memberantas KKN, adalah dengan dibentuknya tim khusus yang dipimpin oleh Kejaksaan Agung untuk memburu korupsi.

“Walaupun secara praktis hasilnya kurang, namun secara politis niat baik itu sudah ada,” ungkap pria yang pernah menjabat Sekretaris Militer itu.

Kang Hasan menambahkan, BJ Habibie juga berani mendobrak masalah ketatanegaraan dan pemerintahan yang penuh nepotisme. Apalagi banyak anak pejabat yang menjadi anggota DPR yang menjadi pemicu terjadinya kolusi.

“Saya berharap reformasi dikembalikan kepada khittah-nya yaitu untuk mewujudkan negara yang demokratis dan dimaknai sebagai kebebasan memilih pemimpin, ” pungkasnya. (*/yul)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan