Jadi Birokrat Harus Jantan

jabarekspres.com, BANDUNG – Banyaknya kalangan birokrat yang terjun menjadi bakal calon dalam pilkada dipandang sebagai indikasi gagalnya pengkaderan yang dilakukan partai politik.

Pengamat politik dan Pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Kota Cimahi Arlan Sida menilai, partai politik yang bagus ialah partai politik yang bisa menciptakan kader-kader untuk pemimpin kepala daerah. Bukan justru membuka pendaftaran secara terbuka untuk bakal yang dicalonkan.

”Jangan asal comot kader dari luar kalangan partai hanya karena dia punya elektabilitas dan popularitas semata. Tapi carilah kader yang terbaik, memiliki kredibilitas dan memenuhi kebutuhan masyarakat,” ungkap Arlan di Kampus Unjani, Jalan Terusan Jenderal Sudirman, Kota Cimahi, kemarin (25/7).

Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Unjani ini menerangkan, meski baru sebatas berkompetisi dalam tahapan menjadi bakal calon, namun geliat politiknya sudah terasa. Arlan mencontohkan, di Pemerintahan Provinsi Jawa Barat ada Sekretaris Daerah Iwa Karniwa dan di Kabupaten Bandung Barat ada Wakil Bupati Bandung Barat Yayat T. Soemitra dan Maman S. Sunjaya, yang juga merupakan Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Barat yang maju mencalonkan diri sebagai bakal calon.

”Menurut saya mereka tidak jantan. Seharusnya ketika mereka menyatakan mau menjadi bakal calon sebaiknya mereka mengundurkan diri atau pensiun dini itu lebih fair,” tegasnya.

Arlan berpendapat, akan sangat berbahaya ketika bi­rokrat aktif yang kemudian berpolitik. ”Ketika mereka sudah mencalonkan diri ke­pada salah satu partai sebenarnya mereka sudah berafiliasi. Kalau yang terjadi mereka diterima, berarti konsekuen­sinya apakah mereka harus mundur,” tuturnya.

”Lain cerita kalau memang akhirnya mereka memilih jalur independen. Tapi men­urut saya agak naif kalau me­reka memilih langkah itu,” ucapnya.

Arlan mengingatkan, jika para birokrat yang maju dalam pertarungan memperebutkan kursi pucuk pimpinan satu daerah, harus memerhatikan Undang-undang ASN. Meski­pun mereka memiliki hak dipilih dan memilih.

”Yang harus digarisbawahi adalah ketika ada undang-undang yang menuntut ne­tralitas ASN, ini juga harus disikapi secara arif. Jangan sampai di tengah jalan ketika dia sedang dalam proses pil­kada dan kemudian kalah, mereka ingin kembali lagi jadi birokrat,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan