Ayumi Nakanishi, Fotografer yang Angkat Band Punk Jakarta di Negeri Sakura

Bagi masyarakat umum, musik punk masih di pandang sebelah mata. Tapi tidak di mata fotografer Jepang Ayumi Nakanishi. Berkat perempuan 37 tahun itu, musik yang menyuarakan kaum marginal tersebut justru terangkat hingga ke Negeri Matahari Terbit.

NURIS ANDI PRASTIYO, Jakarta

DERU musik mengentak di ruang tamu rumah di Jalan Mohammad Kahfi II Gang Setiabudi Nomor 39, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat sore (6/1) Di situlah komunitas Taring Babi dan band Marjinal mengembangkan karyanya.

Meski terlihat sangar, base camp komunitas anak punk itu bisa diterima masyarakat sekitar. Buktinya, mereka sudah cukup lama tinggal di perkampungan tersebut dan tidak pernah mendapat teguran dari para tetangga atau pengurus kampung. Anak-anak sekitar rumah itu pun sering main ke situ.

Sore itu di lantai 2 rumah kontrakan tersebut, M. ”Mike” Isrofil (vokalis Marjinal) dan Bobby ”Bob” Adam Firman (basis Marjinal) tengah menggarap beberapa lagu baru yang akan mereka tampilkan di sebuah acara. Proses tersebut rupanya diikuti Ayumi yang tak bosan-bosan mengokang kamera SLR-nya.

Ayumi kali pertama datang ke Indonesia pada 2005. Awalnya hanya kunjungan liburan biasa. Namun, melihat antusiasme komunitas punk dalam bermusik di Jakarta kala itu, Ayumi pun tertarik untuk mengabadikannya. Namun, baru dua tahun kemudian, Ayumi berjumpa dengan Bobby ”Bob” Adam Firman.

”Saat itu banyak band aliran punk di Jakarta dan kota-kota lain. Tapi, saya tertarik dengan Marjinal yang lain daripada yang lain,” ujar Ayumi. Maka, mulai saat itu Ayumi mencoba merekam jejak kehidupan komunitas punk di Jakarta, terutama di kelompok Marjinal. Dia merekamnya dengan video dan photo story.

Concern band Marjinal terhadap isu-isu sosial dan politik semakin membuat Ayumi kesengsem untuk mengabadikan perjalanan mereka. Menurut dia, Marjinal berbeda dengan band punk Indonesia lainnya. Bahkan dengan band punk asal Jepang sekalipun.

”Marjinal memberikan banyak inspirasi kepada saya. Terlebih saat saya mengetahui makna lagu-lagu mereka,” ungkap perempuan Jepang yang sudah pintar berbahasa Indonesia itu.

Base camp Marjinal yang berada di tengah perkampungan Jagakarsa juga dianggap ”aneh” oleh Ayumi. Sebab, umumnya markas komunitas anak dengan ciri khas potongan rambut mohawk dan pakaian serbahitam itu menjauhi perkampungan. Tapi, base camp Marjinal justru terletak di tengah kampung dan tetap menjadi jujukan komunitas punk dari seluruh Indonesia bila sedang ke Jakarta.

Tinggalkan Balasan