BANDUNG – Memasuki pertengahan Desember 2025, penetapan Upah Minimum Tahun 2026 di Jawa Barat belum juga menunjukkan kejelasan. Situasi ini mendapat sorotan serius dari Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ), yang menilai ketidakpastian tersebut berpotensi menggerus kepercayaan buruh terhadap mekanisme kebijakan pemerintah.
Hal itu mengemuka dalam diskusi yang digelar ABJ bersama pimpinan serikat pekerja dan serikat buruh tingkat Provinsi Jawa Barat, Rabu (10/12/2025), di Kopi Florist, Tegallega, Kota Bandung. Sebanyak 25 pimpinan serikat hadir dalam forum yang membahas arah perjuangan buruh menjelang penetapan upah minimum.
Koordinator ABJ, Ajat Sudrajat, S.IP., menegaskan bahwa hingga kini buruh belum mendapatkan kepastian sedikit pun, baik mengenai waktu penetapan maupun formulasi perhitungan upah minimum 2026. “Pemerintah daerah jangan terus berlindung di balik alasan menunggu aturan pusat. Secara hukum, ruang itu sudah ada,” tegas Ajat.
Baca Juga:RISEfest 2025 Muda Juara: Lahirkan Pengusaha Muda Muslim Penggerak Ekonomi Umat Maha Karya Enterprise Sukses Gelar Fashion of the Year West Java 2025
Menurutnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 dengan jelas mengamanatkan peran aktif kepala daerah untuk memberdayakan Dewan Pengupahan sebagai forum perumus kebijakan. Kelembagaan tersebut semestinya tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar difungsikan untuk menjawab kebutuhan riil pekerja.
Ajat mengingatkan, lambannya proses ini bukan sekadar persoalan administratif. Ketidakjelasan upah, kata dia, berdampak langsung pada kepastian hidup jutaan buruh dan keluarganya, terlebih di tengah tekanan biaya hidup yang terus meningkat.
Meski demikian, ABJ menegaskan komitmennya untuk mengedepankan cara perjuangan yang bertanggung jawab. Ajat mengakui bahwa isu upah minimum hampir selalu memicu mobilisasi massa, namun pihaknya berupaya menahan eskalasi dan menjaga stabilitas sosial. “Kami masih mengedepankan jalur dialog dan konstitusional. Kenaikan upah adalah hak buruh, tetapi ketertiban umum juga tanggung jawab bersama,” ujarnya.
ABJ juga menyampaikan kepercayaan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil peran tegas dalam menetapkan kebijakan upah minimum nasional yang berpihak pada prinsip kebutuhan hidup layak. Ajat menilai, keberpihakan terhadap buruh tidak bertentangan dengan kepentingan pembangunan ekonomi. “Upah layak justru memperkuat daya beli masyarakat. Jika buruh diperhatikan, pertumbuhan ekonomi akan mengikuti,” katanya.
Dari diskusi tersebut, ABJ bersepakat untuk memperjuangkan kenaikan Upah Minimum Tahun 2026 secara maksimal. Namun, Ajat menegaskan bahwa perjuangan tersebut akan dilakukan secara terukur, bermartabat, dan tetap menjaga kondusivitas Jawa Barat. “Kami ingin pemerintah hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi sebagai penjamin keadilan sosial bagi pekerja,” pungkasnya. (bbs)
