Kekuatan mereka ada pada konsistensi: disiplin tinggi, transisi cepat, dan determinasi saat bermain tandang. Datang ke GBLA, mereka tidak membawa mental bertahan. Mereka membawa mental penguasa klasemen.
Inilah benturan dua kutub: Momentum vs Konsistensi. Gairah rumah sendiri vs kemampuan mencuri poin. Kharisma Bandung vs penguasa puncak liga.
Laga besar di Bandung selalu punya lanskapnya sendiri. Tribun penuh. Spanduk membentang. Nyanyian mengalun tanpa jeda. Dan jika hujan turun, tribun justru semakin hidup.
Baca Juga:Jay Idzes Jadi Rebutan, Si 'Fotokopi Gabbia' yang Bikin AC Milan Panas-DinginSinyal Bangkit di Tengah Bencana, Menkomdigi Pastikan Pemulihan Jaringan Sumatra Capai 90 Persen
Bagi bobotoh, masuk ke stadion dengan jas hujan atau tanpa pelindung sama sekali bukan bentuk pengorbanan, itu adalah ritual. Mereka basah, tetapi tidak goyah. Mereka menggigil, tetapi tetap bernyanyi.
Dan entah kenapa, para pemain Persib sering bermain lebih berani ketika tribun bergemuruh sambil diguyur hujan.
Seolah rumput GBLA telah menyimpan ingatan dari ratusan laga sebelumnya: bahwa pertandingan besar di Bandung selalu punya unsur dramanya sendiri.
Menjelang kick off Jumat (5/12), satu pertanyaan sederhana bertebaran di antara bobotoh: “hujan deui ieu mah,” ucap Sodikin.
Mereka bukan sekadar bertanya soal cuaca. Mereka sedang mencari tanda-tanda bahwa malam besar akan berpihak pada tim kebanggaannya.
Karena bagi Persib, hujan bukan sekadar fenomena alam. Ia adalah simbol. Ia adalah energi. Ia adalah bagian dari identitas sepak bola Bandung.
Dan Jumat malam, ketika Maung Bandung menatap tim terkuat di liga musim ini, semua mata mungkin akan mengarah bukan hanya ke lapangan, tetapi juga ke langit.
Baca Juga:Amarah Bojan Hodak Tak Terbendung, Paksa Wiliam Marcilio Angkat Kaki dari Persib BandungPernyataan Igor Tolic Bongkar Situasi Panas di Persib, William Marcilio Resmi Didepak!
Jika awan menggelap dan rintik turun, bobotoh tahu betul apa artinya. Hujan adalah pertanda. Bahwa Persib siap mengaum. (Dam)