JABAR EKSPRES – Tumpukan gerobak sampah memenuhi tepian aliran sungai di kawasan Binong Jati, Kota Bandung. Deretan gerobak penuh karung plastik, sebagian sudah membusuk dan mengeluarkan bau menyengat, menjadi pemandangan sehari-hari bagi warga sekitar.
Hal ini memperlihatkan realita yang jauh dari citra Bandung sebagai “kota kreatif” atau “kota juara.” Justru, inilah wajah nyata pinggiran kota: kumuh, penuh residu, dan minim tata kelola kebersihan.
Pada bantaran sungai yang semestinya menjadi jalur resapan dan aliran air, puluhan gerobak terparkir semrawut. Sebagian gerobak tampak rusak, rangkanya patah, namun tetap dijejali karung-karung sampah. Ada yang berisi residu rumah tangga, ada pula yang dipenuhi plastik hasil pemilahan.
Baca Juga:Sinyal Bangkit di Tengah Bencana, Menkomdigi Pastikan Pemulihan Jaringan Sumatra Capai 90 PersenAmarah Bojan Hodak Tak Terbendung, Paksa Wiliam Marcilio Angkat Kaki dari Persib Bandung
Dari kejauhan terlihat jelas, sampah tidak hanya menumpuk di gerobak, tetapi juga berserakan di tanah, beberapa tercecer ke bibir sungai. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius akan pencemaran air dan risiko banjir, apalagi Bandung kini tengah memasuki musim hujan dengan curah tinggi.
“Kalau hujan, sampahnya ada yang ikut hanyut ke sungai. Kalau dibiarkan terus, lama-lama bisa jadi sumber penyakit,” kata seorang warga, Fatimah (29), yang rumahnya hanya tidak jauh dari lokasi.
Praktik ini berlangsung bertahun-tahun dan dianggap “biasa” karena belum ada penataan menyeluruh dari pemerintah. Padahal, beban sampah Kota Bandung mencapai lebih dari 1.500 ton per hari, sementara kapasitas pengangkutan serta infrastruktur pengolahan jauh dari ideal.
Situasi Bandung makin pelik setelah TPA Sarimukti kerap overload, menyebabkan ritase truk sampah menurun dan sisa sampah mengendap di tingkat kelurahan, termasuk Binong Jati.
Sejumlah warga bahkan mengaku khawatir anak-anak mereka sakit saat musim pancaroba akibat kondisi ini.
“Di sini banyak anak kecil yang main di luar, tapi kenyataannya sampah di mana-mana. Kami takut mereka sakit, tapi mau bagaimana lagi, kondisi sudah lama seperti ini,” ujar Siti kepada Jabar Ekspres.
Pengamat lingkungan, Suwandi menilai kondisi ini bukan sekadar persoalan sampah menumpuk, tetapi tanda lemahnya tata kelola wilayah padat penduduk.
