JABAR EKSPRES – Dengan potensi industri kreatif yang mencapai puluhan ribu pelaku usaha, Kabupaten Bandung Barat menempatkan ekonomi kreatif sebagai salah satu prioritas pembangunan daerah.
Namun, minimnya fasilitas, lemahnya akses permodalan, dan rendahnya perlindungan HKI membuat pemerintah daerah bergerak cepat menyusun regulasi yang lebih kuat dan berpihak pada para pelaku kreatif.
Pemkab Bandung Barat menegaskan komitmennya untuk memperkuat regulasi ekonomi kreatif (Ekraf) setelah melihat besarnya potensi pelaku kreatif yang mencapai 68.000 unit usaha di wilayah tersebut.
Baca Juga:Tanque Mantap Jaga Tren Positif Persib, Hodak Bongkar Kondisi Terbaru Adam Alis dan BarbaHarga Tak Sesuai Performa, Benjamin Sesko Diragukan!
Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, menyatakan bahwa sektor Ekraf kini bukan lagi pelengkap, melainkan motor pertumbuhan ekonomi baru yang harus menjadi prioritas pembangunan daerah.
“Kami memastikan akan mendorong regulasi ekonomi kreatif di tengah masih minimnya fasilitas, akses permodalan, dan perlindungan HKI bagi pelaku kreatif,” kata Jeje di Ngamprah, Rabu (18/11/2025).
Menurutnya, inisiatif regulasi tersebut muncul melalui pembahasan bersama anggota DPRD. Hal ini kata dia menunjukkan kepedulian terhadap perubahan sosial-ekonomi masyarakat yang semakin bergeser pada kreativitas sebagai the new capital.
“Kreativitas hari ini adalah sumber daya baru yang perlu dilindungi, difasilitasi, dan dikembangkan sebagai kekuatan ekonomi masa depan,” ujarnya.
Ia menyebut Bandung Barat sebagai “tanah subur kreativitas” dengan potensi yang tumbuh di berbagai wilayah, mulai dari Lembang, Cisarua, Parongpong, Cihampelas, Cililin, Batujajar, hingga Gununghalu.
Dari 68.000 unit usaha yang bergerak di bidang kreatif, tercatat 14.500 pelaku kreatif khusus tersebar di 17 subsektor.
“Data dari dinas UMKM subsektor unggulan Ekraf KBB ini ada kuliner sebesar 42,1 persen, kriya dan souvenir 18,4 persen, fashion 12,6 persen, lalu musik foto videografi 11,2 persen, aplikasi dan digital marketing 4,9 persen, serta DKV dan ilustrasi 3,7 persen,” jelas Jeje.
Baca Juga:Guru DKV SMKN 3 Cimahi Ciptakan 'Simanis', Teknologi yang Menyatukan Data dan Mengubah Budaya SekolahBojan Hodak Kembali ke Bandung, Jawab Rumor Latih Timnas Indonesia!
Meski demikian, Jeje menilai masih banyak tantangan yang harus dibenahi, seperti minimnya creative hub, lemahnya akses permodalan, rendahnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan kebutuhan digitalisasi pemasaran, serta belum tersedianya basis data terintegrasi pelaku Ekraf.
Karena itu, ia menilai Raperda Ekraf sangat penting untuk memberikan kepastian hukum sekaligus menjadi arah pembangunan sektor kreatif secara terstruktur.
