Situasi semakin tak terkendali ketika massa terprovokasi dan ikut melakukan pengeroyokan. Para klien yang mencoba mengamankan diri ke kantor desa setempat justru terus dianiaya. Ironisnya, saat aparat kepolisian dari Polres Cimahi tiba di lokasi, mereka langsung memperlakukan para korban sebagai pelaku, memborgol, dan membawa mereka ke kantor polisi tanpa melakukan investigasi awal yang objektif.
Dugaan Pelanggaran Prosedur Hukum
Tim kuasa hukum dari Ratakan & Partners menyoroti sejumlah kejanggalan serius yang mengindikasikan pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus ini, di antaranya:
- Mengabaikan Status Korban: Klien mereka yang jelas menjadi korban pengeroyokan tidak mendapatkan perlindungan hukum dan malah langsung diposisikan sebagai tersangka. Laporan mereka sebagai korban seolah diabaikan.
- Hak Bantuan Hukum Dihalangi: Pada malam pemeriksaan, kuasa hukum tidak diizinkan mendampingi klien dengan alasan “perintah atasan”, sebuah tindakan yang secara terang-terangan bertentangan dengan jaminan hukum dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP.
- Penetapan Tersangka Tergesa-gesa: Kurang dari 24 jam sejak diamankan, status tersangka langsung ditetapkan tanpa didahului pemeriksaan yang layak, bukti yang cukup, dan tanpa kehadiran pengacara.
- Akses Pembelaan Dihambat: Setelah ditahan di Rutan Kebon Waru, kuasa hukum mengaku kesulitan untuk melakukan kunjungan dan berkomunikasi dengan klien, sehingga secara efektif menghambat hak klien atas pembelaan diri yang adil.
Menempuh Jalur Praperadilan dan Melapor ke Propam
Atas dasar berbagai dugaan pelanggaran tersebut, Ratakan & Partners akan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bale Bandung. Langkah ini ditempuh untuk menguji keabsahan tindakan penyidik di hadapan hakim.
Baca Juga:Fatwa MUI Tegaskan Landasan Syariah Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah melalui Program Jaminan Sosial Ketena16 Motor Listrik Paling Irit dengan Jarak Tempuh Terjauh dan Desain Futuristik Terbaik di 2025
“Kami juga tidak akan segan melaporkan oknum penyidik yang terlibat ke Divisi Propam Polda Jawa Barat. Kami menduga ada pelanggaran kode etik dan prosedur yang serius dalam penanganan perkara ini,” tambah Notarius Halawa.
Ketua Tim Kuasa Hukum Ratakan & Partners, Ebeni Waruwu, menutup konferensi pers dengan sebuah seruan. “Kami menuntut keadilan. Kami akan berjuang untuk membuktikan bahwa klien kami adalah korban, bukan pelaku. Kami mengajak media dan seluruh elemen masyarakat untuk turut mengawasi jalannya proses hukum ini agar transparansi dan keadilan dapat ditegakkan,” pungkasnya. (bbs)
