Banjir dan Longsor Lembang Kian Parah, WALHI Desak Pemerintah Evaluasi Perizinan Pembangunan

Banjir dan Longsor Lembang Kian Parah, WALHI Desak Pemerintah Evaluasi Perizinan Pembangunan
Banjir dan Longsor Lembang Kian Parah, WALHI Desak Pemerintah Evaluasi Perizinan Pembangunan
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Fenomena banjir dan longsor yang semakin sering melanda kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, dinilai sebagai bencana ekologi akibat tata ruang yang tidak terkendali.

Hal itu disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat, menyusul tingginya frekuensi bencana di kawasan tersebut saat musim hujan.

Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Jabar, Hannah Alaydrus, menegaskan bahwa banjir dan longsor di Lembang bukan sekadar fenomena alam, melainkan dampak dari kerusakan lingkungan yang berlangsung bertahun-tahun.

Baca Juga:Gandeng Vidio, Shopee Luncurkan Inovasi Fitur Belanja Interaktif Vidio Shopping untuk Dorong Pertumbuhan UMKMDiakui KLH, Operasional PGN Guyur Manfaat bagi Masyarakat dan Lingkungan

“Ini bukan sekadar fenomena alam biasa. Apa yang terjadi di Lembang adalah bencana ekologi,” kata Hannah saat dihubungi, Sabtu (4/10/2025).

Menurutnya, sebagai kawasan hulu, Lembang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air dan penjaga ekosistem Bandung Raya. Namun fungsi ekologis itu kini banyak hilang akibat maraknya alih fungsi lahan, terutama di kawasan Hutan Cikole.

“Dulu area ini adalah paru-paru kota, sekarang berubah jadi beton dan semen yang tidak bisa menyerap air. Pohon-pohon ditebang, fungsi resapan hilang, air hujan pun langsung mengalir ke permukiman dan jalan raya,” jelasnya.

Fenomena banjir di kawasan Pasar Panorama Lembang disebut Hannah sebagai bukti nyata menurunnya daya dukung lingkungan.

“Pasar Panorama sering sekali banjir, padahal itu jalur vital ekonomi masyarakat dan wisata. Infrastruktur tidak mampu mengantisipasi perubahan lingkungan,” ujarnya.

Selain banjir, longsor juga kerap terjadi di kawasan yang berbatasan dengan lereng-lereng terjal Cikole. Menurut Hannah, hilangnya vegetasi membuat tanah mudah terkikis ketika hujan deras.

Ia menilai lemahnya kebijakan perizinan dan pengawasan pembangunan memperparah kondisi tersebut.

Baca Juga:Mazda Indonesia Hadir di GIIAS Bandung 2025, Perkenalkan CX-3 Kuro dan CX-60 SportKompetisi ‘Shopee Jagoan UMKM Naik Kelas’ Dimulai, 1.300 UMKM Berebut Modal Usaha Rp1 Miliar

“Perizinan di kawasan lindung harus dievaluasi menyeluruh. Jangan sampai ada pembangunan liar yang merusak fungsi ekologis,” tegasnya.

Hannah juga mengingatkan adanya sesar aktif di Lembang yang memperbesar ancaman bencana.

“Kalau gempa terjadi sementara bangunan dan infrastruktur tidak sesuai standar, dampaknya akan jauh lebih besar,” katanya.

Untuk itu, WALHI mendesak pemerintah menghentikan ekspansi pembangunan di kawasan lindung, memperketat pengawasan, dan menerapkan mitigasi bencana berbasis masyarakat. Hannah menekankan perlunya integrasi antara tata ruang dan strategi mitigasi.

0 Komentar