Sudah saatnya pemerintah mengubah paradigma pelaksanaan program ini, dari sekadar ‘bagi-bagi makanan’ menjadi intervensi gizi nasional yang presisi, kredibel, dan terukur.
Menggelontorkan Rp1,2 triliun per hari bukanlah angka kecil yang sumbernya berasal dari anggaran negara. Oleh karena itu, diperlukan perhatian serius terhadap penyusunan blueprint pelaksanaan program MBG sebagai bagian integral dari perencanaan kebijakan nasional jangka menengah dan panjang. Blueprint ini harus dibangun secara holistik dan berbasis bukti (evidence-based policy), bukan sekadar bersifat simbolik atau normatif.
Setiap elemen dalam desain kebijakan, mulai dari identifikasi kelompok sasaran, sistem distribusi pangan, keterlibatan pelaku lokal, pengukuran dampak gizi, hingga skema pendanaan dan pengawasan, harus dirancang secara teknokratik, transparan, dan adaptif terhadap dinamika sosial-ekonomi di berbagai daerah.
Baca Juga:Perlunya Penyelia Halal di Setiap Dapur SPPGMBG Menjangkau 38 Provinsi
Apalagi, seiring dengan proyeksi peningkatan anggaran untuk program ini dalam beberapa tahun ke depan, tantangan tata kelola akan semakin kompleks dan memerlukan mitigasi risiko sejak dini.
Tanpa penguatan sistem akuntabilitas dan pengawasan yang presisi, program MBG berpotensi menimbulkan inefisiensi, pemborosan anggaran, bahkan membuka celah terjadinya penyelewengan dan korupsi. Hal ini bukan hanya mengancam keberlanjutan fiskal, tetapi juga berisiko merusak kepercayaan publik terhadap niat baik kebijakan tersebut.
Apabila blueprint pelaksanaannya disusun secara ‘asal-asalan,’ tanpa panduan kebijakan yang jelas dan perangkat tata kelola yang kuat, maka program ini berisiko gagal mencapai tujuannya yang luhur.
APBN yang semestinya menjadi instrumen keadilan sosial dan pengentasan kemiskinan malah akan menjadi korban ketidakefisienan kebijakan. Jangan sampai anggaran besar hanya berputar di meja birokrasi dan vendor, sementara anak-anak Indonesia tetap kekurangan gizi, dan potensi ekonomi lokal tidak benar-benar tumbuh.
Serapan Anggaran yang Bermakna
Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa hingga 8 September 2025 realisasi anggaran Program MBG baru mencapai Rp13,2 triliun. Angka ini memang meningkat menjadi Rp15,7 triliun setelah adanya penambahan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) per 15 September 2025.
Jika dibandingkan dengan total alokasi Rp71 triliun sepanjang tahun berjalan, serapan tersebut tergolong rendah dan mendapat sorotan serius dari Kementerian Keuangan.
