Persoalan keracunan dalam program MBG, hingga saat ini masih menjadi tantangan serius bagi BGN, mengingat kasus serupa nyaris terjadi di berbagai titik sekolah pelaksanaan program tersebut. Tidak hanya itu, mitra dapur MBG di Kalibata dilaporkan mengalami kerugian hampir Rp1 miliar akibat dugaan penggelapan dana oleh yayasan penyelenggara MBG, yang semakin mempertegas besarnya potensi konflik kepentingan dalam tata kelola program ini.
Rentetan berbagai peristiwa tersebut, hingga kini memunculkan pertanyaan mendasar mengenai sistem pengawasan, standar keamanan pangan, serta transparansi pengelolaan dana MBG yang seharusnya menjadi prioritas untuk menjamin keberlanjutan dan kredibilitas program.
Tanpa perbaikan tata kelola yang serius dan komitmen kuat pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas, cita-cita mulia Prabowo bisa tergelincir menjadi ironi tragis, yaitu program makan bergizi gratis atau MBG, tetapi yang kenyang bukan rakyat kecil, melainkan para penikmat rente di balik meja-meja pengadaan.
Baca Juga:Perlunya Penyelia Halal di Setiap Dapur SPPGMBG Menjangkau 38 Provinsi
Badan Gizi Nasional yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam implementasi program ini, jangan hanya sekadar fokus pada pelaksanaan teknis agar makanan bergizi dapat tersalurkan. Lebih dari itu, BGN harus memastikan bahwa seluruh aspek tata kelola memenuhi prinsip good governance. Artinya, tantangan utama dari program lintas jutaan anak dan ribuan sekolah adalah koordinasi antarlembaga dan jenjang pemerintahan.
Menjaga Kualitas MBG
Mulai dari kualitas makanan yang harus benar-benar dikontrol ketat oleh ahli gizi dan pakar kesehatan masyarakat, pemilihan mitra pengadaan barang dan jasa yang harus transparan dan bebas dari potensi korupsi, hingga sistem pengawasan yang melibatkan lembaga-lembaga kredibel, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejagung, hingga dukungan dari pemerintah daerah.
MBG tidak sekadar memenuhi piring-piring makan bergizi anak Indonesia, tetapi soal membangun kepercayaan publik terhadap kemampuan negara mengelola program besar dengan serius dan bertanggung jawab. Tata kelola yang buruk bukan hanya membuat program ini gagal, tetapi juga mencederai cita-cita besar Prabowo Subianto sendiri.
Jika kelalaian ini dibiarkan, MBG bukan lagi investasi masa depan, bukan lagi mencapai target Astacita dan Indonesia Emas, melainkan menjadi beban sosial dan fiskal yang menggerogoti sendi-sendi kepercayaan publik terhadap pemerintah.
