Rencana Indonesia Impor Migas dari AS, Pakar: Integrasikan Sektor Hulu hingga Hilir 

Rencana Indonesia Impor Migas dari AS, Pakar: Integrasikan Sektor Hulu hingga Hilir 
Ilustrasi impor migas dari Amerika Serikat ke Indonesia. (Dok. Pixabay)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Penguatan integrasi dari sektor hulu hingga hilir dalam industri minyak dan gas (migas) dinilai sebagai langkah krusial untuk memperkuat ketahanan energi nasional di tengah rencana impor energi dari Amerika Serikat (AS).

Ekonom dari LBP Enterprises, Lucky Bayu Purnomo, menegaskan bahwa tata kelola migas nasional harus dibangun dengan pendekatan rantai pasok yang terintegrasi, agar kebijakan impor tidak mengganggu kemandirian energi jangka panjang.

“Saya kira langkah-langkah taktis dalam pengelolaan migas ini adalah mengelola atau mengintegrasikan upstream dengan downstream. Jadi harus ada integrasi upstream sama downstream, karena kan ini bicara supply chain,” kata Lucky, dikutip dari ANTARA Kamis (28/8).

Baca Juga:Pajak Ekonomi Digital Capai Rp7,71 Triliun hingga Juli 2025, Dorong Keadilan Fiskal Mau Jadi Mahasiswa Berprestasi? Ini 7 Rahasia yang Wajib Kamu Terapkan

Pernyataan ini muncul menanggapi rencana pemerintah Indonesia untuk mengimpor energi dari AS senilai USD 15 miliar atau sekitar Rp240 triliun, sebagaimana disampaikan Presiden AS Donald Trump dalam rangkaian negosiasi dagang bilateral.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mengatakan, rencana pemerintah untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dari AS tetap berjalan.

Ia juga menjelaskan, bahwa rencana pembelian ini mencakup tiga jenis energi, yaitu minyak mentah (crude oil), liquefied petroleum gas (LPG), dan produk bahan bakar minyak (BBM).

Lebih lanjut, Yuliot menyebutkan bahwa dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp402,4 triliun untuk ketahanan energi, yang akan didistribusikan untuk subsidi BBM, LPG, dan listrik.

Anggaran paling banyak dialokasikan untuk subsidi energi. Namun, untuk detail besaran masing-masing komponen masih dalam pembahasan.

Lucky menilai upaya tersebut bisa diseleraskan juga dengan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan domestic atau domestic market obligation (DMO) untuk mengelola potensi utama dan produksi serta persediaan energi dalam negeri.

“Artinya, negara ini kan resource based. Jadi yang kita perlu perhatikan itu adalah bagaimana inventory atau persediaan itu mampu dikelola dengan baik,” ujarnya.

0 Komentar