“Bagi banyak orang, warung-warung tersebut bukan sekadar bangunan, melainkan simbol perjuangan warga bertahan hidup pascakrisis moneter,” tambahnya.
Namun, popularitas yang berbuah kepadatan bangunan itu kemudian dianggap melanggar aturan tata ruang. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menilai keberadaan ratusan warung mengganggu estetika dan fungsi jalan provinsi.
Atas instruksi Gubernur Dedi Mulyadi, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan penertiban besar-besaran. Sekitar 550 warung dibongkar sepanjang jalur Tangkuban Parahu–Ciater. Pemerintah menyebut pembongkaran dilakukan demi penataan kawasan wisata dan kelancaran lalu lintas.
Baca Juga:PP Safinatul Qodiri Turut Hadir Dalam Manaqib Dzikir Akbar di At-Taufiq Ciucing GarutDapat Royalti Rp497 Ribu, Ari Lasso: Lebih Baik Saya Lapar Daripada…
Dalam keterangannya di media sosial, Dedi mengungkapkan bahwa setiap pemilik warung menerima kompensasi Rp10 juta sebagai bentuk perhatian pemerintah.
Meski pembongkaran dilakukan tanpa perlawanan berarti, banyak warga masih dihantui pertanyaan besar, bagaimana melanjutkan hidup setelah kehilangan sumber penghasilan utama.
Iwan mengaku pasrah, tetapi berharap ada solusi berkelanjutan dari pemerintah.
“Kami sudah siap kalau warung dibongkar. Tapi setelah ini, bagaimana nasib ribuan orang yang puluhan tahun hidup dari sini? Itu yang kami pikirkan,” ujarnya.
Bagi Iwan dan warga lainnya, warung di jalur Tangkuban Parahu–Ciater bukan hanya tempat mencari nafkah, melainkan juga bagian dari sejarah panjang perjuangan ekonomi masyarakat lokal sejak krisis moneter 1998.
“Yang tersisa sekarang cuman puing-puing, dan kenangan tentang bagaimana sebuah krisis melahirkan ruang hidup baru yang akhirnya kembali harus hilang,” tandasnya. (Wit)