Ia menambahkan, petani juga sangat berharap pendampingan teknis dan bantuan peralatan yang lebih intensif.
Kekhawatiran petani seperti Dedi (47) sangat nyata. Biaya tanam padi saat ini sangat tinggi, mencakup benih, pupuk, tenaga kerja, dan sewa lahan. “Kalau gagal panen, beban hutang akan menumpuk. Kami tidak sanggup kalau harus tanam ulang tanpa dukungan bantuan yang berarti,” keluh Dedi.
Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama padi paling merusak di Indonesia. Kemampuannya berkembang biak secara eksplosif, terutama dalam kondisi cuaca panas dengan kelembaban tinggi seperti akhir-akhir ini, serta mobilitasnya yang tinggi, membuatnya sangat sulit dikendalikan jika terlambat diantisipasi. Pengendalian hanya dengan mengandalkan pestisida dinilai tidak cukup dan bahkan berisiko.
Baca Juga:Evaluasi Tata Kelola Distribusi Pupuk Subsidi, Kementan Jamin Petani Tak Kesulitan?Peran Strategis Babinsa dan PPL Percepat Serapan Gabah Petani di Cirebon
Sementara di Kota Banjar, hama Wereng juga menjadi kekhawatiran yang tengah diantisipasi para petani. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) kota Banjar, Yoyon Cahyon, menegaskan sudah melakukan antisipasi dan himbauan kepada para petani dan penyuluh untuk terus memantau perkembangan produksi padi.
“Beberapa kalo sudah dilakukan antisipasi, gejala-gejala adanya hama wereng langsung dideteksi dan dilakukan penindakan dengan penyemprotan pestisida. Semoga hama wereng tidak masuk ke sawah petani di Kota Banjar, agar pada saat panen tiba tidak terjadi kegagalan (fuso),” kata Yoyon. (CEP)
