“Kami bangga. Tidak perlu mewah, cukup bersih, indah, dan penuh semangat,” ujar Dayat (72), salah seorang tokoh warga Padalarang.
Bagi warga Karangsari, mural hanyalah pintu masuk. Tujuan utamanya adalah membangun rasa memiliki, menciptakan lingkungan yang sehat dan menyenangkan, serta merawat nilai-nilai kebersamaan yang kini makin langka di kota-kota besar.
Di kampung ini, sapa menyapa masih hidup, tamu masih disambut dengan senyum, dan gotong royong bukan sekadar jargon. Tidak heran jika beberapa pengunjung luar kampung mulai berdatangan bukan karena viral, tapi karena mereka penasaran bagaimana kampung sempit bisa terlihat seindah ini.
Baca Juga:Bantu Kendalikan Inflasi, 3.200 Ton Beras Disalurkan ke 160 Ribu Warga Bandung BaratKabupaten Bandung Kian Bedas! Big Data dan Dashboard Pimpinan Resmi Diluncurkan
Yudi tak menampik harapan sebagian warga untuk menjadikan Karangsari sebagai kampung tematik, seperti Cibunut di Kota Bandung atau Jodipan di Malang. Tapi menurutnya, mimpi itu bukanlah prioritas.
“Kalau nanti ada yang datang berwisata, ya syukur. Tapi kalau tidak pun, yang penting warga betah, anak-anak senang, dan lingkungan tetap terjaga,” tandasnya.
Karangsari adalah bukti bahwa keindahan bisa tumbuh dari lorong-lorong sempit, bahwa semangat kemerdekaan tak hanya hidup dalam upacara dan lomba tujuhbelasan, tapi juga dalam kuas-kuas kecil dan niat besar untuk merawat kampung sendiri. (Wit)
Reporter: Suwitno