Ia menegaskan, langkah tersebut bukan bentuk perlawanan terhadap arus industri besar, melainkan upaya menghadirkan alternatif tontonan yang lebih membumi.
“Tidak bermaksud untuk melawan arus, tapi kenapa tidak membuat sesuatu yang berbeda dengan yang lain?” katanya.
“Saya berpikir, kenapa tidak memproduksi film yang kita suguhkan langsung ke masyarakat sambil mengangkat isu yang terjadi di masyarakat?” katanya.
Baca Juga:CBP Lamapui 3,6 Juta Ton, Bulog: Capaian Tertinggi dalam 57 Tahun!Pemkab Bogor dan DPRD Jabar Gelar Rapat Koordinasi, Bahas Prioritas Pembangunan 2026
Konsep ini juga, lanjut Ceu Edoh, mengadopsi semangat layar tancap tahun 80-90-an, yang ternyata masih relevan dan diminati.
“Saya berpikir kenapa kita tidak buat seperti yang dulu. Dan ternyata alhamdulillah, apalagi di kampung-kampung, ternyata masih antusias,” ujarnya.
Bahkan di kota seperti Cimahi, kata Ceu Edoh, antusiasme warga masih terbilang sangat tinggi, terutama dari kelompok usia 50 tahun ke atas yang merasa bernostalgia.
“Jadi, pada saat nanti Jurig Kasbon tayang di Kelurahan A misalnya, itu akan berbeda dengan versi Kelurahan B,” jelasnya.
Film ini juga melibatkan warga setempat sebagai pemeran dalam beberapa adegan. Hal ini dilakukan agar setiap wilayah yang disambangi merasa memiliki keterlibatan langsung dalam produksi.
“Ketika mereka nonton, itu ada merekanya. Jadi tidak hanya nonton orang lain saja, ada kebanggaan sendiri bagi mereka. Ini film karya bersama,” ujarnya bangga.
