JABAR EKSPRES – Perang dagang dua raksasa ekonomi dunia mulai memanas, China menerapkan tarif tambahan 15 persen terhadap batu bara dan gas alam cair (LNG) dari Amerika Serikat, mulai hari ini, Senin (10/2/2025).
Bahkan menurut laporan kantor berita Sputnik, sejumlah barang dari AS juga dikenakan bea masuk sebesar 10 persen oleh China.
Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu sebelumnya mengumumkan bahwa tarif tambahan pada sejumlah barang impor dari AS akan diberlakukan mulai 10 Februari 2025. Termasuk di antaranya, batu bara, LNG, minyak mentah, mesin pertanian, kendaraan besar dan truk pikap.
Bukan tanpa alasan, hal itu dilakukan China sebagai reaksi atas keputusan Presiden AS terbaru, Donald Trump. Sebelumnya, Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memajaki barang impor asal Kanada, Meksiko, dan China.
BACA JUGA:Indonesia Jadi Anggota BRICS, Erick Thohir Yakin Bisa Untungkan Perdagangan
AS menambah tarif 10 persen terhadap barang impor China, dari tarif yang sudah diberlakukan sebelumnnya. Kebijakan ini juga mencabut aturan de minimis sebelumnya, yang membebaskan barang senilai kurang dari 800 dolar AS untuk masuk ke Negeri Paman Sam.
Memanasnya perang dagang dua ekonomi terbesar dunia ini diakui Wakil Direktur International Institure for Marketing Research Kementerian China, Bai Ming.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan China ini semata-mata menargetkan sektor-sektor penting di AS, dan meminimalkan dampak perang dagang. Bahkan, Kementerian Luar Negeri China memastikan bahwa tidak akan ada yang menjadi pemenang dalam perang dagang.
Sementara itu, Bank Indonesia tidak memungkiri bahwa perang dagang ini memberi dampak signifikan terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.
BACA JUGA:Direksi Perum Bulog Dirombak, Mayjen TNI Novi Helmi Ditunjuk sebagai Direktur Utama
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Juli Budi Winantya, mengatakan meskipun ada banyak risiko yang dihadapi, tidak sedikit pula peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Salah satu dampak utama yang dirasakan Indonesia dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump, adalah risiko yang terkait dengan hubungan dagang Indonesia dengan China.
“Dampak dari peningkatan, dari ketidakpastian ini yang terutama terkait dengan tarif. Itu di satu sisi memang ada risiko, terutama terkait dengan Tiongkok,” kata Juli.