PMK Landa Ternak di Kabupaten Bandung, 1.050 Ekor Terinfeksi, 48 Mati

JABAR EKSPRES – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali menjadi ancaman serius bagi sektor peternakan di Kabupaten Bandung.

Sepanjang 2024, tercatat sebanyak 1.050 ekor ternak terinfeksi penyakit ini dengan 48 ekor diantaranya mati dan 93 ekor lainnya terpaksa dipotong bersyarat karena dicurigai terinfeksi penyakit ini.

Meski begitu, dari jumlah tersebut sebagian besar ternak yang terinfeksi sudah dinyatakan sembuh, jumlahnya mencapai 591 ekor dan 243 ekor masih dalam perawatan.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Ningning Hendasah mengatakan sebaran PMK di Kabupaten Bandung berada di 24 Kecamatan atau 65 desa/kelurahan yang mana terdapat banyak masyarakat beternak hewan mamalia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba.

BACA JUGA:1.420 Ekor Ternak di 14 Kota Kabupaten di Jabar Tertular PMK, Vaksinasi Mulai Besok!

“Dari 1.050 ternak yang terinfeksi PMK, sebanyak 48 ekor mati dan 93 dipotong bersyarat karena terindikasi telah terinfeksi,” ujar Ningning saat dikonfirmasi, Rabu (15/1/2025).

Ningning menjelaskan, meskipun mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 16.582 ekor ternak terinfeksi, jumlah kasus PMK pada 2024 ternyata mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2023 yang hanya ada 342 ekor yang terinfeksi.

“Memang ada kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2023, yang terinfeksi PMK hanya 342 ekor jauh lebih sedikit dibanding 2022 yang mencapai 16.582 ekor. Sedangkan tahun 2022 sebanyak 907 ekor ternak mati dan 2.230 ternak dipotong bersyarat akibat penyakit ini. Namun tingkat kesembuhannya mencapai 12.445 ekor,” ungkapnya.

Ningning menyebut, penyebaran PMK di Kabupaten Bandung juga dipengaruhi oleh mobilitas ternak dari luar daerah yang diduga membawa penyakit ini.

BACA JUGA:Jaga Produktivitas Susu dan Daging, Pemkab Bandung Barat Serius Tangani PMK

“Ada dugaan penyebab karena ada mobilisasi ternak yang masuk ke Kabupaten Bandung. Hewan tersebut sudah terinfeksi dari daerah asalnya,” katanya.

Ia menambahkan, jika ternak yang datang dari daerah penghasil ternak seperti Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur diduga sering kali tidak disertai dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang seharusnya menjadi salah satu syarat utama untuk proses peredaran ternak antar daerah.

Namun, pada prakteknya masih ada banyak suplier nakal yang tidak memeriksakan hewan ternak yang dijual ke luar daerah, sehingga tidak terdeteksi kalau hewan yang dijualnya tersebut terinfeksi penyakit.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan