Baca juga : Benarkah Ujian Datang pada Seseorang Sesuai Dengan Kualitas Keimanan
Dalam Al Qur’an tertulis janji Allah, ”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta”
(Qs. 29 ayat 2-3).
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada hari Kiamat”
(HR Imam Ahmad, At Turmidzi, Hakim, Ath Thabrani, dan Baihaqi).
Jadi, musibah yang ditimpakan Allah kepada manusia dapat dilihat dari tiga perspektif :
Yang pertama, sebagai ujian dari Allah untuk memuliakan derajatnya dan menggugurkan dosa-dosanya. “Tidaklah menimpa seorang mukmin sebuah musibah, duri atau musibah yang lebih besar dari itu kecuali Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya” (HR. Al-Bukhary dan Muslim, dan lafadznya milik Imam Muslim).
Kedua, sebagai tadzkirah atau peringatan dari Allah kepada manusia yang lalai agar ia kembali kepada Allah yang mencintainya. “Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti”
(Qs. 17 ayat 59).
Ketiga, sebagai azab (hukuman) bagi orang-orang fasiqin, munafiqin, ataupun kafirin. Kalau ia menemui kematian dalam musibah tersebut, maka ia mati dalam keadaan tidak diridhai Allah. “Maka masing-masing (mereka itu) Kami azab karena dosa-dosanya, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami tenggelamkan”
(Qs. 29 ayat 40).