JABAR EKSPRES – November 2023 jadi awal pilot project peternakan nyamuk Wolbachia disebarkan di wilayah Ujungberung, Kota Bandung. Hal ini ditujukan guna menekan angka kasus demam berdarah dengue (DBD) di kawasan tersebut, yang masuk ke dalam 10 besar wilayah tertinggi di Kota Kembang.
Selain itu, alasan lain yakni berkenaan dengan Kepala UPT Puskesmas Ujungberung yang telah mendapatkan pelatihan mengenai inovasi wolbachia di Yogyakarta.
Namun pada periode Januari hingga April 2024, angka kasus pengidap DBD sentuh 3.025 kasus. Dari keseluruhan tersebut, 2.905 kasus dinyatakan sembuh.
BACA JUGA: Mau Buat Konten Transisi Menarik? Ini Dia Tipsnya!
Kekhawatiran pun muncul menjelang pergantian tahun. Sebab, periode tersebut merupakan awal dimana kasus DBD kerap mengalami lonjakan di Kota Bandung.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Anhar Hadian tak menampik bahwa kasus DBD masih mengalami fluktuasi terlebih pada masyarakat yang berada di wilayah Ujungberung. Sebab, pilot project ini membutuhkan proses yang lumayan panjang.
“Oh mungkin masih, kan belum ada manfaat. Jadi kira-kira penurunan kasus itu (DBD) baru kami berani evaluasi penurunan kasus itu tahun depan. Baru kami berani evaluasi,” kata Anhar, di Balai Kota beberapa waktu lalu.
Diakui Anhar, manfaat peternakan nyamuk Wolbachia di kawasan Ujungberung baru akan terasa pada periode tahun 2025 ataupun tahun 2026. Hal ini sesuai dengan petunjuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) soal efektifitas nyamuk wolbachia yang akan mulai terasa pada fase satu hingga dua tahun.
Pada prosesnya, nyamuk Aedes Aegypti wolbachia akan melakukan proses perkawinan dengan nyamuk Aedes Aegypti tidak berwolbachia. Nantinya, telur yang dihasilkan akan mengandung bakteri wolbachia, sehingga nyamuk tersebut tidak akan bisa menularkan virus dengue.
“Jadi (sekarang) belum terasa, nanti tahun depan atau dua tahun lagi mungkin. Jadi tahun depan baru kita ngomong soal penurunan kasus,” katanya
Saat ini, Anhar mengungkapkan, Dinkes Kota Bandung terus mengevaluasi proses tersebut bersama Kemenkes dan pihak Universitas Gadjah Mada. Hal ini agar segala prosesnya bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
“Jadi tiap tiga bulan juga terus kita lakukan evaluasi. Bukan kita, kami ya. Tim termasuk dari UGM dan dari Kemenkes turun melakukan monitoring pembantuan. Rutin itu terus,” ungkapnya