Pelanggaran Penyiaran 2024 di Jabar Naik, Konten Dewasa Jadi Perhatian

JABAR EKSPERS – Pelanggaran penyiaran di Jawa Barat meningkat tajam pada 2024. Itu berdasarkan data dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar.

Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet menjabarkan, pihaknya mencatat bahwa total ada 235 indikasi pelanggaran yang masuk selama 2024. Dari jumlah itu, total ada 133 yang terbukti pelanggaran.

Angka itu juga menunjukkan peningkatan yang cukup tajam dibanding beberapa tahun sebelumnya. Misalnya data indikasi pelanggaran pada 2023 hanya di angka 113 dengan yang naik ke status pelanggaran terbukti sebanyak 47 kasus.

Lalu di 2022, total ada 72 indikasi pelanggaran dengan 41 terbukti pelanggaran. Sementara di 2021 tercatat ada 193 indikasi pelanggaran dengan 117 kasus terbukti pelanggaran. “Jumlahnya naik, itu jadi bahan evaluasi juga du akhir tahun ini,” beber Adiyana selepas Ekspose Hasil Penelitian Pengawasan Isi Siaran, Senin (16/12).

BACA JUGA: Demi Kemajuan Industri Kecil, Kemenperin Dorong Pemda Bangun Kolaborasi

Jika dirincikan, ada beragam jenis pelanggaran terkait penyiaran di wilayah Jawa Barat itu. Di 2024 ini di antaranya terkait kampanye pemilu, lirik lagu vulgar dan konten seksual, iklan produk dewasa, norma kesopanan dalam program hiburan, pelanggaran siaran jurnalisme, azan penanda salat, hingga pelanggaran siaran jaringan nasional.

Untuk di 2023, jenis pelanggaran di antaranya terkait iklan dan produk jasa dewasa, lagu vulgar dan bermuatan seksual, privasi hak publik, bincang seks, mistik dan supranatural, hingga lagu kebangsaan.

Lalu di 2022 di antaranya, konten seksual dan dewasa, konten hedon, iklan produk dewasa, hingga soal kesalahan teknis. Sementara di 2021 di antaranya, perselingkuhan, perlindungan anak dan remaja, muatan konten dewasa dan seksual, hingga pelanggaran protokol Covid-19.

BACA JUGA: Bagaimana Cara Beli iPhone 16 di Indonesia? Beli di Distributor Resmi ini

Adiyana mengaku prihatin atas jenis pelanggaran yang nampaknya konsisten ada di tiap tahun. Yakni pelanggaran terkait konten – konten yang kurang ramah terhadap perempuan dan anak. “Kami miris. Ini apakah kami yang gagal untuk menegakan regulasi atau regulasinya kurang spesifik dan kurang tegas, terhadap permasalahan konten ramah perempuan dan anak,” tuturnya.(son)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan