Pemkab Bandung Dinilai Gagal Tanggap Darurat, Luapan Sungai Citarum Dituding Akibat Alih Fungsi Lahan

JABAR EKSPRES – Masa tanggap darurat bencana yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menuai berbagai kritik. Pasalnya, penanganan tersebut dinilai gagal dan tidak memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat yang terdampak.

Ajun, perwakilan Organisasi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSDK) Kabupaten Bandung, menyatakan bahwa jika tanggap darurat bencana tidak dilaksanakan dengan maksimal, lembaga terkait seharusnya mengambil tindakan tegas.

“Jika Satpol PP berani menertibkan pedagang kaki lima yang melanggar Perda, bagaimana dengan OPD yang tidak menjalankan Perda?” ungkapnya saat dikonfirmasi pada Senin (9/12).

Ajun juga menilai ketidaksiapan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung dalam mengelola bencana, meskipun sudah diberikan kewenangan pada masa tanggap darurat, sebagai kegagalan yang melanggar Peraturan Daerah (Perda).

Berdasarkan Pasal 69 Perda Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana, BPBD diberi kewenangan untuk memerintahkan instansi atau lembaga terkait dalam penanggulangan bencana.

“Pembuatan Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana (RPKB) baru selesai pada 12 November 2024, menjelang akhir tahun anggaran, sementara dokumen rencana kontijensi BPBD Kabupaten Bandung belum diperbarui,” bebernya.

“Padahal, Kabupaten Bandung adalah daerah rawan bencana yang setiap tahun mengalami bencana hidrometeorologi,” tambah Ajun.

Sementara itu, Jajang, perwakilan Forum Kehutanan Swadaya Masyarakat, mengungkapkan kekecewaannya terhadap BPBD yang dinilai kurang optimal dalam memanfaatkan kewenangannya selama masa tanggap darurat bencana. Ia juga menyayangkan lemahnya pengawasan dari DPRD Kabupaten Bandung terhadap implementasi tanggap darurat tersebut.

“Pada masa tanggap darurat, OPD yang dilibatkan BPBD hanya Dinsos (Dinas Sosial), Dishub (Dinas Perhubungan), dan Damkar (Pemadam Kebakaran). Namun, OPD yang berkaitan langsung dengan luapan sungai dan masalah tumpukan sampah yang menyebabkan banjir, seperti DLH (Dinas Lingkungan Hidup) dan Dinkes (Dinas Kesehatan), justru tidak dilibatkan,” ujar Jajang.

Lebih lanjut, Jajang menyoroti kurangnya pengawasan DPRD terhadap penggunaan anggaran yang dikeluarkan dari Belanja Tidak Terduga (BTT). “Setelah anggaran dikeluarkan, DPRD tidak melakukan monitoring dan evaluasi atas penggunaannya,” ucapnya.

Ajun menekankan pentingnya peran perangkat daerah dalam penanganan darurat bencana, agar pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara optimal, bukan hanya saat kunjungan lapangan oleh pemimpin daerah seperti bupati atau PJ Gubernur.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan