Dalam hal ini, Reza juga menyoroti kemungkinan besar bahwa korban dapat mengalami trauma psikologis akibat peristiwa tersebut. Dalam psikologi forensik, dikenal istilah “Rape Trauma Syndrome” yang menggambarkan dampak psikis yang sangat berat pada korban pemerkosaan.
Trauma ini bisa mencakup perasaan cemas, depresi, hingga gangguan stres pasca trauma (PTSD). Oleh karena itu, penting bagi korban untuk mendapatkan pendampingan yang tepat untuk proses pemulihan fisik dan psikologis.
Menurut Reza, ada beberapa langkah rehabilitasi yang bisa dilakukan untuk membantu korban. Langkah pertama adalah rehabilitasi fisik, memastikan korban pulih dari cedera fisik yang mungkin dialami. Setelah itu, dilakukan rehabilitasi psikologis untuk membantu korban mengatasi trauma dan membangun kembali rasa percaya diri mereka. Terakhir, rehabilitasi sosial juga penting untuk membantu korban kembali berinteraksi dengan lingkungan sekitar tanpa merasa terisolasi atau terstigma.
Reza juga menekankan pentingnya melaporkan kasus kekerasan seksual sesegera mungkin kepada pihak berwenang. Semakin cepat laporan diterima, semakin besar kemungkinan bukti dan saksi dapat diperoleh dengan baik. Hal ini akan mempermudah proses penyidikan dan penuntasan kasus. Sebaliknya, jika laporan terlambat disampaikan, bukti-bukti bisa hilang dan pelaku bisa melarikan diri, membuat proses hukum semakin sulit.
Kasus yang melibatkan Agus ini membuka banyak pemahaman baru terkait kekerasan seksual yang bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk penyandang disabilitas. Penting untuk menyadari bahwa kekerasan seksual tidak hanya berkaitan dengan kekuatan fisik, tetapi lebih kepada pemaksaan yang terjadi dalam kondisi non-konsensual.
Oleh karena itu, setiap pihak baik korban maupun masyarakat harus memahami lebih dalam tentang bentuk-bentuk manipulasi psikologis yang bisa terjadi dalam kekerasan seksual dan pentingnya segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.