( Q.S. Al Qoshosh : 30 )
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.”
( Q.S. Al Maaidah : 21 )
Lembah suci itu, menurut Sami bin Abdulloh al- Maghluts, dalam bukunya Athlas Tarikh Al-Anbiyaa wa ar-Rusul, hanya ada dua, yaitu Makkah dan Palestina. Bahkan, ketika mengomentari surah At- Tiin : 1-3, para ulama banyak yang menyebutkan, sesungguhnya bukit Thursina, tempat Musa menerima wahyu, adalah di lembah suci yang ada di Palestina.
Tentang Masjid Al Aqshoo
Dari Abu Dzar Rodhiyallohu ‘anhu beliau berkata
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ أَوَّلَ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهِ فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيْهِ وَفِيْ رِوَايَةٍ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ فَهُوَ مَسْجِدٌ
“Aku bertanya, “Wahai, Rosuuululloh. Masjid manakah yang pertama kali dibangun?” Beliau menjawab, ‘Masjidil Harom”. Aku bertanya lagi : Kemudian (masjid) mana?” Beliau menjawab, “Kemudian Masjidil Aqshoo”. Aku bertanya lagi : “Berapa jarak antara keduanya?” Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Kemudian dimanapun sholat menjumpaimu setelah itu, maka sholatlah, karena keutamaan ada padanya”. Dan dalam riwayat lainnya : “Dimanapun sholat menjumpaimu, maka sholatlah, karena ia adalah masjid.”
( H.R. Al-Bukhori dan Muslim, dari Abu Dzar )
Dari Abdulloh bin Amru bin Al-Ash, dari Rosuululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.
أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خِلَالًا ثَلَاثَةً سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حِينَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فِيهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِيْ رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ
“Sesungguhnya , ketika Sulaiman bin Dawud membangun Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukumNya, lalu dikabulkan ; dan meminta kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan ; serta memohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan sholat disitu, kecuali agar dikeluarkan dari kesalahannya, seperti hari kelahirannya” (Dalam riwayat lain berbunyi : Lalu Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata : “Adapun yang dua, maka telah diberikan. Dan saya berharap, yang ketigapun dikabulkan).”
( Hadits ini diriwayatkan An-Nasa’i, dan ini lafadz beliau, Ahmad dalam musnad-nya dengan lebih panjang lagi. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Haakim dalam kitab Mustadrak dan Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, serta selain mereka )