Badan Geologi Ingatkan Risiko Erupsi Freatik di Gunung Tangkuban Parahu saat Musim Penghujan

JABAR EKSPRES – Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan peringatan soal potensi ancaman letusan freatik di Gunung Tangkuban Parahu, seiring dengan meningkatnya curah hujan.

Kepala Badan Geologi, M. Wafid, menjelaskan, letusan freatik umumnya terjadi ketika magma memanaskan air tanah, air kawah, air danau, atau air laut dengan material vulkanik panas dalam gunung. Pemanasan itu dapat memicu erupsi freatik.

“Erupsi freatik terjadi ketika air bertemu material panas, menghasilkan pemanasan cepat yang menciptakan tekanan tinggi. Hal ini bisa memicu letusan tanpa keluarnya magma ke permukaan,” ujar Wafid dalam keterangan resminya, pada Jumat (6/12/2024).

Ia menjelaskan, Gunungapi Tangkuban Parahu merupakan gunung api aktif yang berada di antara wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang yang memiliki 9 kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas.

BACA JUGA: 31 Tas Mewah Milik Rafael Alun akan Dilelang KPK, Ada Hermes Rp241 Juta!

“Erupsi Tangkuban Parahu pada umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu. Keindahan pemandangan sekitar kawah menjadikan area sekitar Tangkuban Parahu sering dikunjungi wisatawan dari dalam maupun luar negeri,” katanya.

Hingga saat ini, tingkat aktivitas vulkanik Tangkuban Parahu masih berada pada Level I atau normal ditandai dengan aktivitas hembusan asap dari Kawah Ratu berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal, dengan ketinggian 5 – 110 m di atas dasar kawah.

“Rekaman kegempaan selama tahun 2023 hingga 11 Januari 2024 menunjukkan gempa hembusan kurang dari 5 kejadian perhari dan gempa vulkanik yang berasosiasi dengan suplai magma sangat jarang terekam dan tidak terekam adanya kejadian gempa letusan/erupsi,” ungkapnya.

Untuk menyikapi kondisi musim penghujan saat ini, pihaknya mengeluarkan beberapa rekomendasi di antaranya aktivitas vulkanik Tangkuban Parahu didominasi oleh jenis gempa berfrekuensi rendah yang mengindikasikan aktivitas pergerakan fluida di kedalaman dangkal atau dekat permukaan.

Peningkatan gempa frekuensi rendah tersebut berkorelasi dengan peningkatan intensitas hembusan gas. Peningkatan ini bisa terjadi karena perubahan (akumulasi) tekanan pada kedalaman dangkal, sementara itu indikasi akumulasi tekanan dari magma dalam

Writer: Suwitno

Tinggalkan Balasan