JABAR EKSPRES — Kota Bandung mencatatkan jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) tertinggi di Jawa Barat pada 2024.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Barat, hingga 1 Desember 2024, tercatat 7.268 kasus DBD dengan 29 kematian terjadi di Kota Bandung. Angka ini jauh melampaui kota-kota lain, seperti Depok (4.660 kasus) dan Bekasi (4.043 kasus).
Data tersebut menunjukkan peningkatan drastis dibanding tahun 2023, di mana Kota Bandung mencatat 1.856 kasus dengan delapan kematian.
BACA JUGA: Kelanjutan Pembangunan Apartemen Paldam Kota Bandung Tak Jelas, DPKP: Belum Masuk Anggaran 2025
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Anhar Hadian, mengakui adanya lonjakan signifikan pada awal tahun.
“Kasusnya tinggi di Januari hingga April. Namun, mulai Mei jumlahnya terus menurun. November ini hanya ada 58 kasus, lebih rendah dibanding November 2023 yang mencatat 94 kasus,” ungkap Anhar kepada Jabar Ekspres, beberapa waktu lalu.
Meski ada klaim penurunan di akhir tahun, total kasus DBD 2024 di Kota Bandung tetap memprihatinkan, yakni hampir lima kali lipat dibandingkan 2023. Kota ini menyumbang lebih dari 13 persen dari total kasus DBD di Jawa Barat, yang mencapai 55.251 kasus.
BACA JUGA: Sehari Rp50.000 Saldo E-Wallet Cuma Main Game Penghasil Uang Gak Pake Lama
Kondisi ini memunculkan pertanyaan tentang efektivitas langkah pencegahan yang telah dilakukan pemerintah kota.
Anhar menyebut Dinkes terus menggalakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui metode 3M (Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang) serta program Gerakan Satu Rumah Satu Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
“Kami dorong setiap keluarga menunjuk satu anggota sebagai Jumantik. Mereka bertugas memeriksa keberadaan jentik nyamuk di rumah masing-masing. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada kesadaran masyarakat,” ujarnya.
BACA JUGA: Sambut Malam Pergantian Tahun Bertajuk Beats & Vibes di Aryaduta Bandung
Dinkes mengakui keterbatasan jumlah petugas di lapangan menjadi salah satu kendala.
“Kalau hanya mengandalkan petugas puskesmas atau kader kesehatan, jelas tidak cukup. Maka, kami mendorong masyarakat untuk mandiri dalam mengontrol lingkungan mereka,” pungkasnya.