JABAR EKSPRES – Adhitia Yudisthira, sosok muda dan baru yang tiba-tiba muncul di Kota Cimahi, kemudian langsung ikut sebagai kontestan Pilkada Serenta 2024, kini banyak menjadi sorotan. Pasalnya, tidak banyak yang menyangka jika pria mantan Direktur Utama PT. Cipta Bangun Selaras (CBS) itu berhasil memenangkan Pilkada Cimahi.
Bersama pasangannya Ngatiyana, Adhitia yang diusung sebagai Calon Wali Kota oleh Partai Gerindra, PKB, PAN dan PPP serta beberapa partai non-parlemen memperoleh 121.111suara atau 41,71 persen versi quick count. Disusul pasangan Dikdik-Bagja memperoleh 100.642 suara atau 34,66 persen, selanjutna Pasanagan Bilal-Mulyana memperoleh 68.601 suara atau 23,63 persen.
Tekadnya yang kuat membawa Cimahi lebih maju, serta kerja kerasnya blusukan dan sosialisasi sejak sebelum tahapan Pilkada berlangsung, rupanya berhasil menimbulkan kepercayaan warga kepada Adhita. Terlebih warga Cimahi berharap memiliki pemimpin baru yang bersih dari masalah hukum.
Kedatangan sosok Adhitia rupanaya membawa angin segar, terutama bagi warga Cimahi kategori pemilih pemula dan swing voter. Sebab, sosok pria yang berlatarbelakang sebagai pengusaha tersebut dianggap bisa mewakili anak muda.
Lantas siapa sebenarnya Adhitia Yudisthira?
Adhitia Yudhistira lahir di Bandung, 25 November 1990. Kemudian, dia tumbuh besar di Kota Cimahi. Keluarga besarnya tinggal di Jalan Kartini, Kelurahan Baros, Kecamatan Cimahi Tengah. Sehingga, wajar jika Adhitia memiliki kecintaan yang besar terhadap kota tempatnya tumbuh besar.
Adhitia lahir dari seorang ayah bernama Drs, H. Yoga Heryanto dan ibu Dr. Hj. Euis Purnama. ”Almarhum ayah saya pensiunan abdi negara, kalau ibu pensiunan guru. Saya bisa disebut lahir dari keluarga sederhana, keluarga yang tidak berlebihan secara ekonomi,” ungkap Adhitia, saat ditemui Jabar Ekspres, belum lama ini.
Terkait pendidikan, pria yang pernah menjadi sekretaris pribadi mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada itu, mengenyam pendidikan di SD Negeri Andir Kidul 1 Kota Bandung. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 5 Kota Bandung, selanjutnya meneruskan pendidikan di SMA Negeri 8 Kota Bandung dan kuliah di Universitas Widyatama jurusan akuntansi.
”Sebelumnya saya diterima di kedokteran Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, tapi saya buta warna parsial. Karena itu lah (buta warna parsial) saya gagal menjadi dokter,” ucapnya.