JABAR EKSPRES- Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) secara resmi mengukuhkan 8 Guru Besar di Gedung Ahmad Sanusi UPI pada Selasa (12/11/2024).
Delapan Guru Besar UPI tersebut dengan bidangnya masing-masing, dan telah memaparkan hasil risetnya di hadapan para hadirin undangan dan Guru Besar lainnya.
Rektor UPI, Prof. Dr. H. M. Solehuddin menyampaikan rasa terima kasih atas dedikasi dan keteladanan yang diberikan oleh 8 orang Guru Besar tersebut. Pengukuhan ini menambah capaian universitas untuk memenuhi target kuantitas Guru Besar yakni mendekati 15 persen dari jumlah total dosen di UPI.
“Tidak semua dosen bisa menjadi guru besar, ada yang terhambat pensiun, dan lainnya sebelum berhasil menyelesaikan capaian tersebut. Sehingga ini patut disyukuri dan amanah yang perlu dipertanggung jawabkan. Kita harus bersyukur agar nikmat ini bisa ditambah oleh Allah SWT. Tentunya ada harapan dengan bekal pengalaman dan keilmuannya, Bapak Ibu bisa memberikan kontribusi yang signifikan,” ucap Prof Solehuddin.
Prof Solehuddin mengatakan bahwa seluruh Guru Besar harus melalui proses yang tidak sederhana, untuk mencapai data empiris lapangan. Kini, UPI sudah punya kurang lebih 13 persen Guru Besar yang diharapkan bisa berkontribusi juga pada masyarakat.
“Saya kira ini sudah sesuai dengan target, karena target kita itu di 12-15 persen. Jadi mungkin ini di posisi sekitar 13 persen itu ideal saya kira. Karena ideal itu 12-14 persen. Memang kita berupaya sekarang untuk memfasilitasi teman-teman ini untuk menjadi Guru Besar dengan berbagai kebijakan dan program,” kata Prof Solehuddin.
Selain mendorong secara administratif, Prof Solehuddin mengatakan UPI juga mendorong secara akademik untuk memberi fasilitas gelar Guru Besar. Ia mengatakan UPI telah menyiapkan strategi-strategi yang bisa memungkinkan mereka bisa membuktikan dirinya dalam bidang akademik secara maksimal.
Kini, UPI mendorong agar setiap Guru Besar bisa melakukan hilirisasi riset. Seperti diketahui, kebanyakan riset di Indonesia belum maksimal dikembangkan dan hanya berakhir menjadi di perpustakaan atau dipublikasikan di jurnal ilmiah.
Belum banyak riset yang berujung pada industri maupun pengambilan kebijakan, padahal hal ini juga berkaitan dengan harapan mewujudkan Indonesia Emas 2045. Prof Solehuddin mengatakan hal ini masih menjadi tantangan bagi para Guru Besar yang harus bisa dilakukan.