“Salah satu temuan dalam surveinya itu, ada bukti fisik historis bahwa pencak silat telah ditemukan dalam dokumen kuno dan juga artefak di Candi Borobudur. Nah itu jadi penanda bahwa pencak silat sudah ada di Nusantara sejak Borobudur didirikan. Promosinya terus berlanjut sampai tahun 2018 dan 2019, dan akhirnya diakui UNESCO,” ujarnya disusul menenggak kopi hitam yang masih masih panas.
Asap rokok mengepul dan hilang tertiup angin. Nunu mengganti posisi duduk yang semula kaki kanan dan kiri menempel tanah, kini menyilangkan kaki kanannya ke atas kaki kiri. Sambil merapihkan buku catatannya dia menuturkan, usik sanyiru padanan pada dasarnya adalah sebuah seni pertunjukan bela diri, yang memiliki keterkaitan erat dengan nilai-nilai religiusitas kesundaan.
“Kalau unsur yang lima tadi itu, unsur ‘Ketuban’ maknanya saudara tertua atau kakak yang melindungi janin, baik ketika di dalam rahim ataupun saat ia lahir. Unsur ‘Ari-Ari’ dimaknai saudara yang menghubungkan janin dengan ibu, sebagai pengantar janin hadir ke dunia. Unsur ‘Darah’ bermakna saudara yang merupakan elemen penting pembentuk kehidupan, karena tanpa darah janin tidak dapat hidup,” tuturnya lalu menghisap rokok kretek yang dipegang oleh kedua sisi jari telunjuk dan tengah.
“Kemudian unsur ‘Tali Pusar’ maknanya saudara yang menjadi sumber penyaluran makanan. Terakhir unsur ‘Diri’ bermakna simbolisasi Sang Maha Pencipta yang berada dalam diri setiap orang, yang dimanifestasikan dalam empat unsur pembentuk manusia yang berasal dari Tuhan,” lanjutnya sambil menggerakkan tangan seolah menghitung, memastikan semua unsur sudah dijelaskan.
Nunu menyampaikan, saat ini gerakan usik sanyiru padanan yang hanya dikuasai serta dipahami filosofisnya oleh Abah Asep Gurwawan, tengah diupayakan agar tak sebatas jurus belaka tapi pemaknaannya pun dapat diketahui, dilestarikan secara meluas dan turun-temurun.
Dia juga berupaya, agar lokasi perguruan pencak silat Panglipur Pamager Sari alias padepokan yang diketuai oleh Abah Asep Gurwawan sebagai Guru Besar itu, dapat menjadi kawasan pariwisata Kampung Pencak.
“Buku dan jurnal ilmiah saya tujuannya ke sana. Kegiatan PKM ini juga agar selain dituangkan dalam bentuk jurnal, bisa didokumentasikan atau ditampilkan visualisasinya. Jadi baik para pesilat juga masyarakat enggak hanya tahu pencak silat sebatas gerakan jurusnya saja, tapi pemaknaan dan filosofisnya mengenai kehidupan dan ketuhanan, selaras dengan religiulitas kesundaan,” imbuhnya.