“Pemahaman terhadap istilah ‘jurus Usik’ dalam penelitian saya, mengacu pada ragam jurus yang dimiliki oleh aliran pencak silat Panglipur,” terangnya sambil memegang buku catatan.
Melalui pantauan Jabar Ekspres, waktu menunjukkan sekira pukul 14.00 WIB, sebanyak tiga anggota perguruan pencak silat Panglipur Pamager Sari sedang diberikan arahan oleh Guru Besar, untuk mempraktikkan gerakan jurus usik sanyiru padanan.
Adapun Nunu, terlihat duduk dan terkadang berdiri di lapang berumput, sambil mengamati anggota pencak silat Panglipur Pamager Sari mempraktikkan jurus usik sanyiru padanan. Sesekali dia berbincang dengan Abah Asep, bertanya sekaligus mencatat setiap makna atau filosofis dari berbagai gerakan.
Masih dalam pantauan, ketiga anggota perguruan pencak silat Panglipur Pamager Sari itu, terlihat mempraktikkan gerakan bertarung di atas sebentuk nyiru (alat untuk mengayak beras berbentuk lingkaran berbahan bambu), dengan tetap berada di dalam lingkaran niru yang berdiamater sekira 60 sampai 80 sentimeter.
“Berlatihnya mereka memang di atas nyiru, karena jurus ini untuk pertarungan jarak dekat. Jadi sistem pertahanan sekaligus menyerang, mirip seperti Tarung Sarung di Makassar,” bebernya yang mengenakan kaos pendek hitam bercelana jeans biru dongker panjang, dipadu dengan sepatu docmart berwarna arang.
Nunu yang merupakan seorang Dosen Prodi Ilkom Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia (UNIBI), selain melanjutkan penelitiannya, dia pun tengah menyelesaikan program pengabdian kepada masyarakat (PKM), sebagai Penasihat Tentang Hubungan Antara Revitalisasi Pencak Silat dan Promosi Pariwisata.
Pria dengan model rambut berponi sealis dan bagian belakangnya panjang sekuping itu menjelaskan, pada intinya gerakan usik sanyiru padanan merupakan jurus ketika pesilat sedang mengalami terkepung oleh musuh.
“Kondisi keterkepungan ini pesilat harus melihat empat penjuru mata angin, atau melihat segala arah serangan lawan dengan diri pesilat yang melakukan sistem pertahanan, menjadi pusat alias unsur kelima,” jelasnya sambil berjalan dari lapangan berumput, melintasi perkebunan terong menuju sebentuk bangunan saurng.
Nunu mengungkapkan, dalam konteks religiusitas Sunda, opat kalima pancer merupakan makna raga diri yang dapat diartikan keterwakilan dari empat hal yang dipercaya menjadi cikal bakal diri.