JABAR EKSPRES – Aplikasi TXR Trading, salah satu skema investasi berbasis Ponzi yang sempat viral di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, akhirnya resmi dinyatakan scam.
Informasi ini sudah ramai dibahas di berbagai platform sosial media, dengan korban berjatuhan, mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah.
Bahkan, salah satu korban dikabarkan mengalami kerugian sebesar Rp80 juta, dan kasus ini terus memanas dengan tuntutan yang semakin meningkat dari para korban.
Sebagai skema Ponzi, Aplikasi TXR Trading menjanjikan keuntungan instan yang luar biasa bagi para anggotanya. Dalam beberapa minggu pertama, beberapa orang sempat meraup keuntungan, namun seperti halnya skema Ponzi lainnya, hanya segelintir yang merasakan untung sementara mayoritas akhirnya terjebak dalam kerugian besar.
Pemain besar yang menaruh uang hingga puluhan juta akhirnya terjebak tanpa ada jalan keluar. Mereka yang awalnya tidak percaya dengan peringatan para konten kreator dan edukator kini mulai menyesali keputusan mereka.
Sebelum TXR Trading resmi runtuh, beberapa member dari Sekadau sempat melakukan aksi protes dan bahkan rela pergi ke Pontianak untuk menuntut hak mereka. Namun, sayangnya, protes tersebut tidak membuahkan hasil karena aset yang mereka kejar tidak pernah kembali.
Bahkan, postingan-postingan di grup Facebook yang sebelumnya penuh dengan promosi TXR Trading mendadak hilang, seolah jejak skema tersebut dengan sengaja dihapus.
Baca juga : Terbongkar! Aplikasi SAI AI Terbukti Scam, Nekat Masih Gencar Cari Member Baru dengan Seminar Peserta
Sebelum kolaps, TXR Trading memperlihatkan tanda-tanda khas dari skema Ponzi. Skema ini mengiming-imingi penghasilan besar dengan sistem referal, di mana member baru harus merekrut orang lain untuk bisa mendapatkan keuntungan.
Mereka yang bergabung di awal mungkin sempat merasakan keuntungan, namun ini hanyalah ilusi sementara. Pada akhirnya, ketika arus anggota baru mulai berkurang, skema Ponzi akan runtuh dengan sendirinya, seperti yang terjadi pada TXR Trading.
Sebagian besar leader Ponzi, yaitu mereka yang berada di puncak piramida, sering kali memamerkan kesuksesan mereka lewat media sosial. Mereka mengunggah video-video promosi tentang penarikan dana dengan jumlah besar, memberikan kesan bahwa investasi ini aman dan sangat menguntungkan. Padahal, skema ini hanyalah menunggu waktu sebelum akhirnya runtuh dan meninggalkan mayoritas anggotanya dalam kerugian.